REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyebab utama kurangnya jumlah guru-guru agama Islam di daerah-daerah terpencil ialah minimnya anggaran Kementerian Agama (Kemenag) yang hanya Rp 26 triliun.
Dibandingkan dengan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), anggaran untuk guru-guru agama yang dikelola Kemenag jauh lebih kecil.
"Sebenarnya, kekurangan guru tidak hanya guru agama saja. Di daerah-daerah terpencil jumlah guru masih kurang. Hal ini disebabkan kurangnya anggaran untuk menerima tenaga guru," kata Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Tengku Zulkarnain.
Ia mengatakan, guru agama itu diurus Kemenag, dan anggaran untuk pendidikan di Kemenag kalah jauh dengan Kemendikbud yang sepuluh kali lipat lebih besar.
“Jadi, harus ada anggaran yang lebih proporsional dari pemerintah untuk guru agama. Misalnya, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ada. Pemerintah harus segera mengubah kebijakan yang ada.”
Penyebab lainnya, lanjut Zulkarnain, banyak guru agama yang enggan ditempatkan di daerah terpencil. Mereka lebih suka di kota-kota besar karena tidak mau mujahadah, walaupun pahala jadi guru agama besar.
"Perlu ada kesadaran yang baik bagi umat Islam maupun calon guru agama untuk mau berjuang bagi agama dan bangsanya," pungkas Zulkarnain.