Sabtu 22 Mar 2014 16:16 WIB

Tahafut Al-Falasifah, Kontroversi Ranah Filsafat (2)

Sampul depan Kitab Tahafut al-Falasifah karya Imam al-Ghazali.
Foto: Wikipedia.org
Sampul depan Kitab Tahafut al-Falasifah karya Imam al-Ghazali.

Oleh: Ani Nursalikah

Buku ini menciptakan kontradiksi dalam pemikiran para filsuf tentang Tuhan dan alam semesta.

Dalam beberapa hal, pemikiran Ghazali dapat dilihat sebagai pendahuluan sebelum Immanuel Kant mengeluarkan kritik Pure Reason. Beberapa kalangan bahkan menggambarkannya sebagai kritik yang lebih tajam dan menentukan metafisika ketimbang Kant.

Membela occasionalism

Kerancuan Filsafat terkenal karena mengusulkan dan membela teori occasionalism Asy’ariyah. Al-Ghazali menulis, ketika api dan kapas mengalami kontak, kapas dibakar langsung oleh Tuhan bukan oleh api. Sebuah klaim yang ia bela dengan menggunakan logika.

Ia menjelaskan hal itu karena Tuhan biasanya dilihat secara rasional, bukan serta merta. Perilaku Tuhan biasanya menyebabkan peristiwa dalam urutan yang sama (sebab-akibat). Peristiwa itulah yang kita pahami sebagai hukum alam.

Namun, yang benar bukan hukum alam, melainkan hukum ketika Tuhan memilih untuk mengatur perilaku sendiri atau otonomi dalam arti sempit. Dengan kata lain, kehendak rasional.

Hal ini bukanlah elemen penting dari teori occasionalism. Occasionalism dapat mencakup posisi, perilaku Tuhan (dunia) dipandang tidak bisa ditebak. Dengan demikian, mempertahankan transendensi penting Tuhan.

Pada pemahaman ini, anomali seperti keajaiban adalah hasil perilaku Allah yang tidak biasa bagi kita. Dengan kebebasan-Nya yang transenden, Dia tidak terikat bahkan oleh alam sendiri. Mukjizat sebagai anomali dalam struktur rasional alam semesta tidak dapat terjadi karena hubungan Allah dengan dunia ini tidak dimediasi oleh prinsip-prinsip rasional.

Al-Ghazali menyatakan, dukungannya terhadap metodologi ilmiah didasarkan pada pengujian dan matematika saat membahas astronomi.

Setelah menjelaskan fakta-fakta ilmiah dari gerhana matahari dan gerhana bulan, ia menulis, “Barang siapa yang menyangkal teori tertentu dalam perdebatan, selayaknya berpegang pada pengujian, geometri, dan aritmatika yang tidak meninggalkan ruang untuk keraguan.”

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement