REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Ratusan pengunjuk rasa menduduki kantor pusat pemerintah Taiwan pada Ahad malam sebagai bentuk protes terhadap pakta perdagangan paling kontroversial yang sudah disepakati negara itu dengan Cina. Presiden Taiwan, Ma Ying Jeou mengatakan sebelumnya bahwa perjanjian dagang utama dengan Cina sangat penting untuk kesejahteraan negara itu.
Namun, partai oposisi mengatakan perjanjian dagang dengan Cina bisa melukai usaha kecil menengah (UKM) apabila Cina memperluas pengaruhnya disatu wilayah. Para pengunjuk rasa membarikade pintu dan jendela kantor pemerintah dengan meja dan kursi. Mereka juga menyita komputer kepala kabinet presiden.
Sejauh ini 13 orang dilaporkan terluka. Para pengunjuk raksa memaksa masuk ke gedung parlemen pada Selasa pekan lalu. Pada 8 April mendatang, parlemen taiwan akan membuka keran impor sektor jasa dari Cina ke Taiwan, dan sebaliknya Taiwan akan mengekspor 64 sektor ke Cina.
"Ini benar-benar demi masa depan ekonomi Taiwan," ujar presiden ma, dilansir dari Reuters, Senin (24/3).
Sejak 2008, Presiden Ma sudah menandatangani begitu banyak perjanjian dagang dan ekonomi dengan Cina. Ma yang berasal dari Partai Kuomintang mengatakan Taiwan memerlukan perjanjian dagang itu bukan hanya untuk meningkatkan daya saing ekspor, melainkan juga sebagai tiket masuk ke kemitraan Trans Pasifik, yaitu perjanjian dagang yang luas di antara 12 negara di dunia yang dipelopori AS.
Taiwan memisahkan diri dari sistem komunis Cina pada 1949an dan membentuk negara demokrasi. Sejak 1980an, aksi unjuk rasa dan perkelahian yang terjadi di parlemen atau antara sesama anggota dewan sering terjadi hampir setiap hari.