Selasa 25 Mar 2014 15:16 WIB

Aliansi Aceh dan Ottoman (2)

Masjid Raya Baiturrahman (Aceh) tempo dulu.
Foto: Bluefame.com
Masjid Raya Baiturrahman (Aceh) tempo dulu.

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih     

Saat utusan Aceh tiba di Konstantinopel pada 1565, Sultan Turki Usmani pada saat itu, Sulaiman, sedang memimpin pasukan dalam peperangan melawan Hungaria di medan perang Szigetwar di Eropa Timur.

Menanti masa berlangsungnya peperangan tersebut serta mangkatnya Sultan Sulaiman menyebabkan utusan Aceh itu menghabiskan waktu lebih lama di Konstantinopel.

Dengan usaha sendiri, mereka menyewa tempat dan menafkahi diri mereka sendiri dengan menjual komoditas yang mereka bawa bersama dengan hadiah yang akan dipersembahkan kepada sultan.

“Setelah Selim II, putra Sultan Sulaiman, selesai dilantik, barulah utusan Aceh memperoleh kesempatan untuk melakukan kunjungan resmi ke Istana, yakni dua tahun setelah kedatangan mereka di Turki,” tulis Ozay.

Untuk menafkahi diri mereka selama berada di Turki, mereka terpaksa menjual semua komoditas lada yang mereka miliki, termasuk bagian yang sebenarnya telah mereka niatkan untuk dihadiahkan kepada sultan.

Yang tersisa di tangan mereka hanyalah secupak (segenggam) dan itulah yang dapat mereka tawarkan kepada sultan yang baru saja naik takhta. Dalam pertemuan resmi tersebut, sultan Turki Usmani memutuskan untuk mengupayakan bantuan militer ke Aceh yang di antaranya termasuk sebuah meriam yang secara simbolis dinamakan lada sicupak.

Menarik juga untuk mencari tahu apakah utusan Aceh tersebut ada yang membuat tulisan mengenai kehidupan, pengalaman, pengamatan mereka, dan lain-lain selama mereka menghabiskan waktu yang cukup lama di Konstantinopel. Mengenai hal ini, masih perlu untuk ditelusuri dan diungkap.

Peristiwa lada sicupak ini meningkatkan hubungan politik-militer antara kekuatan Timur Tengah dan mitranya di Asia Tenggara. Upaya sultan Aceh tersebut sangat berpengaruh hingga mengalihkan perhatian Konstantinopel dari Samudera Hindia wilayah barat ke Sumatra, Asia Tenggara.

Sultan Turki Ottoman tidak meminta Aceh supaya mengirim upeti tahunan yang biasanya diminta dari masing-masing negara pengikut sebagaimana lazimnya tradisi pada masa itu.

“Bantuan ini bukanlah semacam belas kasihan yang diberikan oleh pusat kekuasaan di Istanbul, tetapi suatu pertimbangan politik secara khusus sebagai hibah politik kepada Kesultanan Aceh untuk menyempurnakan kedaulatannya,” tulisnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement