Kamis 03 Apr 2014 10:01 WIB

Peneliti di Indonesia Masih Dipandang Sebelah Mata

Rep: Niken Paramita/ Red: Julkifli Marbun
Prof Arief Rachman
Prof Arief Rachman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Indonesia menjadi peneliti masih dipandang sebelah mata. Karena itu tak heran jika 60 persen lulusan terbaik Indonesia, menurut tokoh pendidikan Indonesia Arief Rachman, tidak bekerja di Indonesia. Kenyataan ini, lanjutnya, merupakan kelalaian pemerintah yang tidak bisa menahan mereka bekerja di Tanah Air.

Ada beberapa hal yang mendasari peneliti asal Indonesia lebih tertarik bekerja di luar negeri. Di antaranya, Indonesia tidak bisa memberikan apresiasi yang cukup kepada peneliti Indonesia. Gaji yang kecil dan kurang dimanfaatkannya hasil penelitian mereka.

"Ini jadi dilematis. Mereka butuh uang tapi mereka juga ingin rasa nasionalisme," ujar Arief ditemui di Jakarta, Rabu (2/4).

Kurangnya realisasi dari kebijakan yang dibuat pemerintah juga masih menjadi kendala besar. Kebijakan-kebijakan yang dibuat masih sebatas di atas kertas.

"Harus ada kebijakan pemerintah yang memanfaatkan ilmu untuk dimanfaatkan bangsa Indonesia," katanya.

Karena itu Arief khawatir jika keadaan ini berlanjut Indonesia menjadi negara yang dikendalikan oleh materi.

"Harusnya seimbang antara material dan idealisme," tambahnya.

Tidak hanya dari dukungan pemerintah, para orang tua juga harusnya bisa mendorong anak-anak untuk menjadi peneliti. Selama ini paradigma yang berkembang di mata orang tua menjadi peneliti tidak bisa memenuhi kebutuhan finansial anak-anak mereka nanti.

"Itu kultural di Indonesia," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement