Selasa 08 Apr 2014 21:46 WIB

Syekh Amru al-Wardani: Manfaat Syariat itu Universal

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Citizenwarrior.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Cita-cita mulia untuk menegakkan syariat di suatu komunitas, dari yang terkecil seperti lingkungan keluarga hingga terbesar yakni negara, perlu langkah besar. Ini bisa ditempuh dengan cara normatif dengan penerapan syariat secara individu.

Dan kedua, dilakukan secara masif lewat pendekatan politik. “Tentu menggunakan kekuasaan,” kata Deputi Bidang Kaderisasi Lembaga Fatwa Dar al-Ifta', Mesir, Syekh Dr Amru al-Wardani. Berikut perbincangannya seputar penerapan fikih dan syariah Islam:

Bagaimana cara menegakkan syariat Islam?

Ada dua cara. Pertama melalui jalur yang syar'i, kemudian melalui jalur politik. Jalur yang pertama mengarah kepada perbaikan etika masyarakat. Tentunya mengarah kepada yang lebih baik. Di sini fungsi syariat Islam sangat jelas, sebagai pedoman hidup. Jadi, masyarakat akan berpedoman kepada syariat Islam agar menjadi lebih baik.

Di sini masyarakat akan memahami bahwa syariat Islam memiliki manfaat besar. Tidak hanya untuk kehidupan dunia. Syariat Islam mengarahkan manusia untuk bersikap lebih baik agar berbahagia dalam hidup di akhirat. Di sini syariat Islam menjadi jalan yang harus ditempuh.

Cara yang pertama ini bersifat umum dan universal di seluruh aspek kehidupan. Siapa pun bisa hidup dalam syariat Islam, tidak hanya umat Islam. Hal ini sudah dicontohkan Rasulullah dulu. Ingat, ketika hijrah ke Madinah, Rasulullah kemudian merangkul semua pihak baik Muslim atau non-Muslim untuk sama-sama saling menghormati.

Di sini yang diperlukan adalah pemahaman yang mendalam berdasarkan ilmu. Jadi, masyarakat nantinya akan mengkaji dan mendalami syariat. Mereka kemudian akan mendapatkan pemahaman yang baik.

Kedua adalah cara politik. Hal ini dilakukan dengan mewajibkan masyarakat untuk berpedoman kepada syariat Islam.

Maksudnya dengan cara politik?

Tentu menggunakan kekuasaan. Penerapan hukum dilaksanakan sesuai dengan apa yang ada dalam fikih, misalkan. Kemudian didirikanlah negara Islam. Kemudian Islam ditegakkan lebih tegas. Islam kemudian dijadikan simbol dalam berbagai program dan kebijakan politik.

Hudud kemudian diberlakukan. Saya melihat hal seperti ini menunjukkan penerapan syariah Islam masih menjadi pemahaman dan belum meningkat kepada yang lebih luas.

Lalu bagaimana?

Penerapan syariat Islam membutuhkan pemahaman dari berbagai aspek keilmuan. Ada ilmu tentang tata negara Islam. Di sini nantinya akan diterangkan bagaimana caranya menerapkan syariat dengan cara yang baik. Ada juga pemahaman tentang struktur lembaga kenegaraan. Kemudian diatur pula peran masing-masing seperti apa.

Ini perlu pula didukung dengan sosiologi yang mengarah kepada penerapan syariat Islam. Di sini nantinya membutuhkan penjelasan tentang berbagai hal yang disyaratkan agar masyarakat memahami syariat Islam itu seperti apa. Biarkan masyarakat memahami terlebih dahulu seperti apa syariat Islam itu.

Setelah itu mereka nantinya akan mengerti apa saja hal-hal yang berupa kewajiban untuk dijalankan atau ditegakkan. Tentu nantinya akan ada pembelajaran atau penelitian seputar fenomena yang terjadi terkait pemahaman syariat Islam. Nantinya mereka akan mencari asal usul pemahaman tentang syariat.

Nantinya masyarakat juga akan bersikap sendiri. Akan ada tradisi yang ditinggalkan karena dianggap mengarah kepada ketidakbaikan. Etika dan tradisi masyarakat nantinya akan berubah dengan sendirinya.

Apakah dibarengi dengan perubahan etika?

Tentu saja, karena syariat nanti dengan sendirinya akan menjadi elemen dasar yang mengubah prilaku masyarakat. Syariat nantinya menjadi petunjuk mereka untuk menuju jalan yang tersistem untuk kehidupan dunia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement