REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Daerah Istimewa Yogyakarta mendukung langkah Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menolak akses kerangka kerja pengendalian tembakau dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
"Petani tembakau menolak aturan 'Framework Convention on Tobacco Control' (FCTC) karena mewajibkan petani menggantikan tembakau dengan tanaman lain," kata Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Daerah Istimewa Yogyakarta Sunaryo di Sleman, Selasa (22/4).
Menurut dia, aturan tersebut jelas berpotensi mematikan mata pencaharian petani tembakau di DIY. "Tembakau merupakan komoditas pertanian yang sudah turun temurun dibudidayakan di Indonesia dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi petani. Pemerintah belum dapat memberikan solusi ekonomi yang efektif seandaianya konvensi diterapkan," katanya.
Ia mengatakan, apabila pemerintah meratifikasi FCTC maka ratusan ribu orang di wilayah Yogyakarta yang hidupnya bergantung oleh hasil tembakau akan terancam. "Wilayah Yogyakarta terdapat sekitar 3.000 hektare lahan tembakau yang akan memasuki masa tanam dalam waktu dekat dengan potensi produksi mencapai 210 ton," tuturnya.
Sebelumnya Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat menyatakan keputusan jadi tidaknya Indonesia meratifikasi FCTC sepenuhnya berada di tangan Presiden. Menperin mengingatkan dampak ratifikasi dapat memukul sektor industri hasil tembakau yang di dalamnya melibatkan sekitar enam juta tenaga kerja.