REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Meskipun era dan gaya hidup telah berubah tetapi masyarakat di Pulau Seram, Maluku, masih mempertahankan tradisi warisan dari zaman megalitikum. "Tradisi peninggalan megalitikum yang masih tetap dipertahankan oleh masyarakat di Pulau Seram secara umum adalah penggunaan dolmen (meja batu tempat persembahan kepada roh nenek moyang) dalam upacara-upacara adat maupun pengangkatan raja," , kata Arkeolog Balai Arkeologi (Balar) Ambon, Marlyn Sahulteru di Ambon, Rabu (23/4).
Marlyn menjelaskan, dalam sistem religiusitas masyarakat di Pulau Seram, dolmen adalah representasi hubungan kedekatan dengan para nenek moyang sebagai pendahulu mereka, yang masih tetap dipertahankan dalam kehidupan sosial adat dan budaya hingga kini. Biasanya dolmen diletakkan di dalam komplek Baileo yang merupakan rumah adat orang Maluku, atau di tengah-tengah kampung.
Kendati tidak dijaga khusus, benda tersebut memiliki nilai magis tersendiri bagi masyarakat setempat, sehingga tidak pernah sembarangan didekati. "Dolmen tidak pernah dijaga khusus, tetapi tidak pernah ada yang sembarangan mendekati atau melakukan aktivitas di dekatnya," ucapnya.
Dia mengatakan, dalam beberapa kali penelitian yang dilakukan oleh Balar Ambon, banyak dolmen yang digunakan oleh masyarakat di Pulau Seram usianya sudah mencapai ratusan tahun. "Dolmen yang usianya ratusan tahun itu dibawa dari kampung lama (pemukiman awal) mereka di pegunungan sebelum dipindahkan ke kampung yang sekarang oleh pemerintah kolonial Belanda, biasanya kalau dolmen rusak maka mereka membuat replika yang sama dengan aslinya," ucapnya.
Meski tetap mempertahankan tradisi kepercayaan terhadap roh nenek moyang hingga kini, menurut Marlyn, masyarakat Pulau Seram adalah masyarakat yang sangat religius terhadap keyakinan agama yang sekarang dianut mereka, dan menjalankan kepercayaannya dengan baik. "Walau masih mempertahankan tradisi dan budaya lama, mereka tetap menjalankan agama dan keyakinannya yang sekarang dengan baik," katanya.