REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM-- Setelah dua faksi di Palestina, Fatah dan Hamas, sepakat untuk mengambil langkah baru mempersatukan Palestina, Israel pun mulai risau dan mengeluarkan ancaman. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan jika Palestina menginginkan perdamaian, maka Presiden Palestina Mahmoud Abbas harus mengabaikan kesepakatan tersebut.
Dilansir dari BBC, ia mengatakan otoritas Palestina dan pemimpin Fatah bisa meraih perdamaian dengan Israel atau kesepakatan dengan Hamas, tetapi tidak boleh keduanya. Lanjutnya, Israel hanya akan melakukan kesepakatan perdamaian dengan Palestina setelah mereka memutuskan untuk mengabaikan bentuk teror itu.
"Selama saya menjabat sebagai perdana menteri Israel, saya tidak akan pernah bernegosiasi dengan pemerintah Palestina yang didukung oleh teroris Hamas," jelasnya.
Sebaliknya, Kepala negosiasi perdamaian Palestina, Saeb Erekat, bersikukuh bahwa rekonsiliasi Palestina ini merupakan masalah internal. "Israel tidak memiliki hak untuk mengintervensi masalah ini," katanya.
Perdana Menteri pemerintahan yang dipimpin oleh Hamas di Gaza, Ismail Haniya, mengaku tidak terkejut atas reaksi dan keputusan Netanyahu. "Reaksi Israel sudah diperkirakan akan begitu. Ini adalah bentuk kependudukan, dan tentu saja mereka tidak ingin rakyat Palestina bersatu dan ingin Palestina tetap terpecah belah," jelasnya.
Sebelumnya Presiden Abbas mengatakan tak ada pihak yang tak sepakat dengan rekonsiliasi dan pembicaraan. Sehingga ia berkomitmen untuk melakukan perdamaian atas dasar two-state solution. Merespon langkah itu, Israel pun menangguhkan pembicaraan perdamaian dengan Palestina.
Sedangkan AS telah menyampaikan keberatan atas bersatunya Fatah dan Hamas. Meskipun begitu, AS belum menyatakan bahwa pembicaraan perdamaian telah berakhir.