REPUBLIKA.CO.ID, MANCHESTER -- Sepekan ini, sepak bola Inggris dipenuhi berita-berita dan analisis seputar pemecatan David Moyes oleh Manchester United (MU). Yang membuat peristiwa itu semakin menarik adalah ditunjuknya Ryan Giggs sebagai suksesor.
Meski hanya ditugaskan sebagai pelatih sementara hingga akhir musim ini, sentuhan Giggs banyak ditunggu-tunggu pecinta MU. Karakter dan kharisma pria asal Wales itu disebut-sebut layak untuk memimpin klub sekaliber MU.
"Saya adalah orang yang selalu mau belajar," kata Giggs kepada seorang staf redaksi the Guardian, Stuart James, belum lama ini.
Pemecatan Moyes agaknya hadir pada saat yang tepat bagi Giggs. Ia baru saja mendapatkan lisensi kepelatihan pada Maret lalu. Giggs mengikuti sebuah kursus yang diadakan otoritas sepak bola Inggris (FA) di St George's Park di Staffordshire.
Dengan pelajaran yang didapat dari pelatihan tersebut, Giggs yakin bisa menjalani perannya sebagai pelatih dengan baik. Giggs mengungkapkan, dalam kursus tersebut ia banyak belajar bagaimana membuat persiapan dan perencanaan menjelang pertandingan.
Namun, pelajaran terpenting yang diambil Giggs adalah sebuah filosofi. "Tidak ada metode yang benar atau salah (dalam sepak bola)," ungkap pria kelahiran Cardiff ini.
Sebagai pelatih, kata Giggs, seseorang harus berani menjadi dirinya sendiri. Ia mencontohkan Mark Hughes adalah karakter yang sangat berbeda antara di dalam dan di luar lapangan. Sedangkan, Roy Keane merupakan tipikal yang blak-blakan dalam berkomunikasi.
Menurut dia, tak ada yang salah dengan gaya komunikasi tersebut. Dari segi teknis, lanjut Giggs, terkadang pelatih harus pintar beradaptasi dan terkadang tidak.
Ia mencontohkan keputusan Carlo Ancelotti yang menolak merekrut Roberto Baggio karena tidak sesuai dengan formasi 4-4-2 yang sedang diterapkannya. "Itu yang akan saya lakukan, mengembangkan gaya saya secara alami," ungkap Giggs.