Jumat 25 Apr 2014 19:26 WIB

KPU Surabaya bantah Adanya Penggelembungan Suara

Petugas Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi (KPUD) DKI Jakarta mencatat Rekapitulasi perhitungan perolehan suara di Jakarta, Rabu (23/4). (Republika/Tahta Aidilla)
Petugas Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi (KPUD) DKI Jakarta mencatat Rekapitulasi perhitungan perolehan suara di Jakarta, Rabu (23/4). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA-- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya membantah adanya penggelembungan suara dalam rekapitulasi hasil suara pemilu legislatif yang digelar 9 April 2014. Ketua KPU Surabaya Eko Waluyo, Jumat, mengatakan proses rekapitulasi di KPU Surabaya kali ini yang dilakukan secara terbuka dan transparan merupakan yang pertama kali.

"Ini bagian dari dinamika proses rekapitulasi. Meski molor, tapi berlangsung kondusif dan punya martabat tinggi," katanya.

Menurut dia, soal tudingan adanya penggelembungan suara, ia membantahnya. "Tidak ada penggelembungan, yang ada cuma terjadi kesalahan administrasi saja," katanya. Mengenai caleg dari Partai Hanura yang memprotes adanya penghitungan suara yang dinilai merugikannya, Eko mengatakan bahwa pihaknya sudah diminta Panwaslu Surabaya untuk melakukan penelitian dan pencermatan ulang.

"Kita terima rekomendasi dari KPU termasuk buka kotak suara. Kita sudah lakukan semua. Tapi setelah kotak suara dibuka ternyata KPU sudah benar," katanya.

Ia mengatakan telah terjadi kesalahan dalam pencatatan adminsitrasi yang dilakukan Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK) seperti halnya di Tegalsari, Sawahan, Gubeng, Kenjeran, Gayungan, Rungkut dan Semampir. "Ada kaitan dengan adanya masalah di satu kawasan kemudian dikaitkan dengan tempat lain dengan harapkan bisa mendongkrak perolehan suara," katanya.

Kasubbag Teknis Penyelenggara Pemilu KPU Kota Surabaya Nurita Paramitha membenar adanya kesalahan administrasi tersebut. Ia menjelaskan kesalahan tersebut seperti halnya data pemilih berupa Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)/pengguna KTP dan KK/Nama sejenis lainnya berjumlah 20.409 suara, tapi pada saat penggunaan hak pilih menjadi 20.425.

"Untuk di kasus Tegalsari, pada awalnya DPKTb angka suaranya di penggunaan hak pilih lebih besar jika dibandingkan dengan data pemilih. Ini setelah kami teliti di Rumah Sakit Darmo, pasien dan keluarga pasien melakukan pencoblosan. Mungkin ini kesalahan KPPS yang menempatkan daftar pemilih," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement