REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Perawatan Pesawat Indonesia ("Indonesia Aircraft Maintenance Shop Association"/IAMSA) menyatakan Indonesia masih minim tenaga ahli perawatan pesawat yang sebenarnya berpotensi untuk berkembang.
"Teknisi dan tenaga ahli perawatan masih menjadi profesi langka di Indonesia," kata Presiden IAMSA Richard Budihadianto dalam acara Aviation MRO Indonesia 2014 Conference and Exhibition di Jakarta, Selasa (29/4).
Menurut Richard, kekurangan teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat juga dapat disebut sebagai isu utama industri perawatan pesawat.
Ia mengingatkan saat ini jumlah teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat di Indonesia diperkirakan di bawah 3.000 orang.
Padahal, ujar dia, kebutuhan industri perawatan pesawat untuk lima tahun ke depan mencapai 6.000 orang dengan asumsi kapasitas MRO (maintenance, report, overhaul) nasional meningkat menjadi 50-60 persen.
Apalagi, lanjutnya, potensi peningkatan pasar pesawat di Indonesia sangat besar karena pertumbuhan bisnis penerbangan rata-rata mencapai 20 persen.
Untuk itu, IAMSA menilai perlunya terobosan pemerintah dan pelaku industri MRO guna memenuhi kebutuhan teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat. "Institusi pendidikan yang ada sekarang hanya mampu menghasilkan maksimal 600 orang teknisi," kata Richard.
Banyak bandara di berbagai daerah di Indonesia kelebihan kapasitas terutama karena melonjaknya pertumbuhan penumpang pesawat hingga mencapai 20 persen per tahun.