REPUBLIKA.CO.ID, Nabi SAW bersabda, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari (golongan) mereka.” (HR Abu Dawud)
Selain itu, perintah Rasulullah SAW ini banyak mengandung unsur pendidikan bagi kaum Muslim agar mereka mempunyai kepribadian tersendiri, baik lahir maupun batin dari kaum yang lain seperti kaum kafir-musyrik.
Perbedaan secara lahir akan mewakili identitas suatu kaum, di mana dalam hal ini jenggot menjadi identitas atau ciri khas kaum Muslim. Apalagi banyak riwayat seputar hal ini dimasukkan oleh para ulama hadis dalam bab tersendiri, yaitu bab fitrah yang dimiliki oleh manusia.
Mencukur jenggot sama halnya dengan menentang fitrah dan menyerupai perempuan. Seperti yang ditekankan di atas, bahwa jenggot menandakan kesempurnaan lelaki dan membedakannya dari jenis yang lain.
Namun, bukan berarti kita tidak boleh untuk mencukur dan merapikan rambut jenggot apabila sudah terurai panjang, terlihat tidak indah dan rapi, dan bahkan bisa menakutkan atau menjijikkan siapa yang melihatnya.
Oleh sebab itu, jenggot yang demikian dibolehkan untuk dicukur atau dirapikan. Sebuah riwayat dari Imam at-Tirmidzi yang ia nilai gharib, di mana Nabi SAW pernah memangkas sebagian jenggotnya hingga terlihat rata dan rapi.
Dari Umar bin Harun dari Usamah bin Zaid dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwasannya Nabi SAW memangkas sebagian jenggotnya hingga panjangnya sama.” (HR at-Tirmidzi)
Menanggapi masalah ini para ulama, baik mutaqaddimin (terdahulu) maupun muta’akhirin (belakangan) banyak yang berbeda pendapat.
Ulama kalangan Hanafi dan Hanbali dengan tegas mengatakan, haram hukumnya seseorang memotong jenggotnya hingga habis, bahkan ia dituntut membayar diyat (tebusan). Sedang ulama Syafi’i dan Maliki mengatakan hukumnya sebatas makruh saja.