REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertahanan (Kemenhan) bekerjasama dengan Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) menghelat Cyber Defense Competition 2014 di Akademi Angkatan Laut (AAL), Surabaya pada 8 dan 9 Mei. Kepala Pusdatin Kemenhan Brigjen Jumadi mengatakan, kompetisi yang berlangsung dua hari ini dibagi ke dalam kategori pelajar dan umum.
Jumlah pesertanya sebanyak 30 tim, yang empat di antaranya terdiri prajurit TNI AD, TNI AL, dan TNI AU, serta pegawai Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Jumadi mengatakan, setiap tim terdiri atas tiga hingga lima orang. Mereka yang menjadi peserta ini merupakan tim yang lulus seleksi kompetisi secara online daerah,
Seleksi dibagi menjadi lima wilayah, terdiri seluruh provinsi di Sumatra, Jawa dan Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur, Kalimantan dan Sulawesi, serta Maluku dan Papua." Peserta babak final ini menggunakan sistem kompetisi yang berlangsung secara offline," kata Jumadi, Kamis (8/5).
Dia mengatakan, kompetisi siber ini sudah berlangsung kedua kalinya. Tujuan dilangsungkannya kegiatan ini adalah untuk membangun jejaring di antara potensi pertahanan siber dan melatih keahlian, serta menyalurkan kreativitas peserta melalui ajang kompetisi positif. "Mereka yang menjadi hacker dan cracker bisa memanfaatkan ajang ini untuk meningkatkan kemampuannya," ujar Jumadi.
Dia mengatakan, kompetisi ini terbagi menjadi empat bagian tes. Pertama adalah forensik, yaitu menguji kemampuan tim di dalam menangani dan menemukan bukti-bukti terjadinya serangan terhadap sistem yang dikelolanya. Kedua, penetration test yang bertujuan untuk menguji kemampuan tim di dalam mencari dan menemukan celah keamanan pada sistem.
Ujian ketiga, lanjut Jumadi, Computer Network Defence (CND), yaitu menguji kemampuan tim di dalam mempersiapkan sistem agar aman dan dapat mengamati, mencegah dan mempertahankan sistem yang dikelolanya dari setiap serangan. Keempat, Capture The Flag (CTF), menguji kemampuan tim di dalam upaya menembus perimeter keamanan sistem lawan dan menemukan data yang dilindungi.
Pengurus FTII Wahyoe Prawoto mengatakan, kompetisi ini menjadi kesempatan baik untuk membuktikan bahwa Indonesia memiliki bakat-bakat di dunia hacking. "Pemenang kompetisi ini didasarkan tingkatan bobot kreativitas dan inovasi peserta dalam menjawab setiap tes yang diujikan," kata Wahyoe.