Jumat 09 May 2014 14:09 WIB

Warga Ukraina Timur Tak Peduli Soal Referendum

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Joko Sadewo
 Milisi pro-Rusia bersenjata lengkap berjaga di jalan raya di kota Lugansk, Ukraina, Selasa (29/4).
Foto: EPA/Zurab Kurtsikidze
Milisi pro-Rusia bersenjata lengkap berjaga di jalan raya di kota Lugansk, Ukraina, Selasa (29/4).

REPUBLIKA.CO.ID, DONETSK –-  Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Pew Research Center yang berbasis di Washington merilis survei, Kamis (8/5), menyebutkan 70 persen warga Ukraina timur ingin Ukraina mempertahankan teritorial saat ini.

Survei ini menunjukkan, referendum memiliki kemungkinan gagal. Pada umumnya, mereka tidak peduli dengan referendum atau tidak suka dengan kekerasan separatis. ‘’Ini adalah rumah sakit jiwa. Orang-orang membunuh satu sama lain dan kita tidak tahu mengapa,’’ kata seorang warga Svetlana Amitina, dikutip dari AP.

Sementara, persiapan referendum semakin matang. Sebanyak tiga juta kertas surat suara telah disiapkan. Penyelenggara mengatakan, surat suara itu mengajukan hanya satu pertanyaan: ‘’Apakah Anda mendukung tindakan proklamasi kedaulatan independen untuk Republik Rakyat Donetsk’’.

Ketua pemungutan suara dalam referendum, Roman Lyagin mengatakan akan ada sekitar 1.200 TPS. Diharapkan jumlah pemilih akan lebih dari 70 persen. ‘’Persiapan sesuai dengan jadwal. Hampir seluruh surat suara telah siap,’’ kata Lyagin.

Para pengamat menduga Putin telah memperkirakan hal ini. Bahwa separatis pro-Rusia akan tetap laksanakan referendum. Namun ia tetap membantu barat mencegahnya dengan imbauan, agar Rusia tak mendapat lebih banyak sanksi. Juru bicara Putin, mengatakan Kremlin membutuhkan lebih banyak informasi terkait keputusan para separatis.

NATO dan AS mengatakan mereka tidak melihat upaya Rusia menarik mundur pasukannya dari perbatasan. Sementara Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri AS John Kerry memulai pembicaraan pada Kamis melalui telepon. Uni Eropa dan Organisasi Keamanan OSCE Eropa juga dilaporkan terlibat dalam pembicaraan. Mereka setuju untuk meredam krisis di Ukraina.

Di Washington, Departemen Luar Negeri mengatakan Kerry juga telah berbicara pada PM sementara Ukraina Arseniy Petrovych Yatseniuk dan memintanya membuat pertemuan untuk menyelesaikan konflik. Pertemuan ini akan mengundang semua grup sipil dengan difasilitasi oleh mediator.

Penawaran dari mediator telah diserahkan pada Kiev, Kamis. Dalam draft proposal penawaran, tidak ada hal yang mengarah pada referendum. Namun, pemilihan umum Ukraina di Kiev akan digelar pada 25 Mei mendatang untuk menstabilkan kondisi negeri.

Para pemimpin barat telah mengancam Rusia dengan sanksi-sanksi baru jika pemilu 25 Mei diganggu. Putin mengatakan pada Rabu pemilu adalah hal yang tepat untuk dilakukan. Sementara Lavrov pesimis, menurutnya pemilu akan tidak berguna jika Kiev tidak mengakhiri operasi militernya melawan para separatis.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement