Ahad 18 May 2014 08:20 WIB

Mencermati Daging Ayam Lokal (1)

Rep: c78/ Red: Damanhuri Zuhri
Daging ayam yang dijual di pasar tradisional.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Daging ayam yang dijual di pasar tradisional.

REPUBLIKA.CO.ID,

Parameter utama memilih produk adalah sertifikat halal pada produk.

Sejak 2011, sebuah penelusuran bermula. Tim Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) bergerak ke sejumlah kota. Serius mengamati satu produk yang banyak diminati konsumen, daging ayam lokal. Mereka menelisik ke pasar-pasar swalayan.

Hasilnya, tercatat 90 persen daging ayam lokal tak bersertifikat halal. Ini berarti tata cara pemotongan dan pendistribusian ke pasar swalayan rentan lolos dari standar halal dan kesehatan. Ketua Umum Himpuli Ade M Zulkarnain menyatakan penelusuran itu berlangsung tiga tahun.

Kota yang menjadi sasaran adalah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), Bandung, Surabaya, dan Makassar. “Kota-kota tersebut merupakan wilayah dengan pengonsumsi ayam lokal terbesar,” ungkap Ade, Rabu (14/5).

Menurut Ade, sejak 2011, kondisi memprihatinkan itu ditemukan tak ada perubahan berarti. Maknanya, tetap saja sebagian besar daging ayam lokal di pasar swalayan tak bersertifikat halal. Baru pada 2013, mereka menemukan perubahan tetapi tetap tak menggembirakan.

Saat itu, ada satu produk ayam lokal yang mencantumkan logo halal. Sayangnya, perusahaan produk tersebut belum mencantumkan nomor registrasi halalnya. “Jadi, status kehalalannya pun masih dipertanyakan,” ujar Ade.

Padahal, dalam sehari konsumsi ayam lokal di kawasan Jabodetabek mencapai empat juta ekor per bulan. Pemasok daging ayam kebanyakan dari daerah Bogor dan Tangerang. Secara keseluruhan, rata-rata permintaan daging ayam sebanyak 20 juta ekor per bulan.

Namun, baru 25 persen saja kebutuhan daging ayam lokal itu terpenuhi. Ade menyatakan, selain ke pasar swalayan, tim Himpuli mendatangi sejumlah rumah pemotongan hewan unggas (RPHU). Sama saja, banyak RPHU yang belum bersertifikat halal.

Begitupun para penyembelihnya. Belum jelas apakah mereka telah memenuhi persyaratan untuk menjadi pemotong hewan atau tidak. Kebanyakan ayam mati karena dilempar atau dicelupkan ke air panas. Bukan habis darahnya setelah terputus tiga urat lehernya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement