Selasa 20 May 2014 05:16 WIB

Diskriminasi Masih Dialami Muslim Kanada

Rep: Sonia Fitri/ Red: Muhammad Hafil
Muslim Prancis protes dengan diskriminasi dan Islamofobia
Foto: actofamerika.wordpres.com
Muslim Prancis protes dengan diskriminasi dan Islamofobia

REPUBLIKA.CO.ID, ONTARIO -- Keluarga Muslim Kanada dipermalukan oleh Amerika Serikat (AS). Selain diperiksa sidik jarinya, mereka juga diperlakukan seperti sebelum kemudian ditolak masuk ke Amerika Serikat. Atas peristiwa tersebut, kebijakan diskriminatif perbatasan AS terhadap wisatawan Muslim pun mendapat sorotan.

"Sudah bertahun-tahun lamanya kami diperlakukan seperti penjahat," kata salah seorang keluarga Muslim yang keluarganya dilarang memasuki AS Mehdiya Hudda (22 tahun) kepada The Record akhir pekan lalu.

Setelah bertahun-tahun, lanjut Mehdiya, tidak ada perubahan tindakan. Ia merasa seperti tidak diberi hak karena berada di garis perbatasan antara AS danKanada. “Hal tersebut mengganggu pikiran saya,” katanya. Dalam penahanan itu, barang-barang keluarga Muslim termasuk tas, dompet dan ponsel digeledah. Mereka juga difoto dan diperiksa sidik jarinya. 

Untuk Muslim Kanada, perjalanannya ke tanah kebebasan berubah menjadi mimpi buruk setelah dia dan ibunya dihentikan dan ditahan selama sekitar enam jam di sebuah penyeberangan perbatasan AS. Mereka juga dipaksa kembali ke Kanada malam itu juga. Padahal mereka hanyalah warga negara Kanada biasa yang telah tinggal di Kitchener selama 25 tahun. “Tidak ada seorang pun dari kami yang memiliki catatan kriminal apa pun,” tambah Hudda. 

Maka, pengalaman buruk terhadap Amerika itu bukanlah yang pertama bagi Hudda. Pada 2003, ia bersumpah tidak akan mencoba untuk mengunjungi AS lagi setelah keluarganya dilarang memasuki negara untuk menghadiri konferensi Islam di Washington, DC. 

Hudda menduga bahwa mereka mungkin dilarang memasuki AS karena ayahnya, Shafiq Hudda, yang merupakan imam di Layanan Kemanusiaan Islam, sebuah badan amal yang terdaftar yang berbasis di Kitchener yang menjalankan sebuah pusat komunitas Muslim. Ayahnya dilarang memasuki AS sejak tahun 2003. 

Menyikapi insiden tersebut, juru bicara Bea Cukai AS Richard Misztal menolak memberi tanggapan. Ia mengaku tidak bisa mengomentari secara spesifik tentang hal apa pun. Ia hanya berkomentar, siapa pun yang berharap untuk masuk ke Amerika Serikat menanggung “beban pembuktian” untuk membuktikan bahwa mereka jelas memenuhi syarat untuk masuk Amerika Serikat. Dalam rangka untuk menunjukkan bahwa mereka diterima, pemohon harus memenuhi persyaratan dasar yang ditetapkan. 

Menurut Misztal, pada 2013 lebih dari 132 ribu orang asing tidak diterima dan dihentikan oleh pabean serta agen perbatasan. "Mereka tertahan karena berbagai alasan di antaranya pelanggaran imigrasi, pidana dan alasan yang berkaitan dengan keamanan nasional," jelasnya. Misztal menambahkan bahwa siapapun yang didapati tidak dapat diterima dapat mengajukan permohonan untuk menerima putusan pembebasan. 

Keluarga Huda bukanlah Muslim pertama yang ditahan tanpa alasan di perbatasan AS. Februari lalu, seorang veteran Angkatan Udara AS Muslim mengeluh karena dilarang meninggalkan negara itu setelah sebelumnya diizinkan untuk merawat ibunya yang sakit.

Pada Mei 2012, lima belas Muslim Amerika, termasuk empat veteran militer, menggugat pemerintah federal atas penetapan "larangan terbang" bagi mereka tanpa alasan yang jelas. Sebelumnya pada 2011, keluarga Muslim Amerika ditendang dari penerbangan JetBlue karena anak 18-bulan mereka ditandai sebagai “larangan terbang”. Pun pada 2009, sembilan anggota keluarga Muslim telah dihapus dari penerbangan AirTran Airways domestik ke Orlando, Florida, setelah mereka bercakap-cakap tentang kursi mereka di pesawat.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement