REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jendral PBB, Ban Ki-moon, Rabu mendesak pemberlakuan gencatan senjata segera setelah pertempuran mematikan di daerah Kidal, bekas markas pemberontak di Mali utara.
Ban menyampaikan seruan itu ketika satu sumber PBB di lapangan di Mali mengatakan kepada AFP bahwa gerilyawan Tuareg membunuh atau menangkap sejumlah prajurit di kota tersebut.
"Sekretaris Jendral PBB sangat khawatir atas situasi yang memburuk dengan cepat di Kidal," kata juru bicara Ban, Stephane Dujarric.
"Ia menyerukan penghentian segera pertempuran dan pemberlakuan gencatan senjata. Ia mengutuk pembunuhan warga sipil dan mendesak pelakunya diadili," tambahnya.
Ban juga meminta semua pihak dalam konflik mematuhi ketentuan-ketentuan dalam "Perjanjian Pendahuluan Ouagadougou" Juni 2013, kesepakatan gencatan senjata yang menetapkan demobilisasi gerilyawan.
Setelah pertempuran Rabu, Gerakan Nasional bagi Pembebasan Azawad (MNLA), sebuah gerakan separatis etnik Tuareg mengklaim menguasai Kidal.
Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.
Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.