Sabtu 24 May 2014 14:12 WIB

PBNU: Tutup Dolly Dengan Tegas, Namun Hati-Hati

Rep: c78/ Red: Nidia Zuraya
Salah satu sudut Gang Dolly di Surabaya, Jawa Timur.
Foto: blogspot.com
Salah satu sudut Gang Dolly di Surabaya, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah setempat harus tegas sekaligus berhati-hati dalam melakukan penutupan Dolly Kota Surabaya. Tegas, sebab Dolly merupakan lokalisasi prostitusi yang menjadi bagian dari penyakit sosial berbahaya yang menyerang masyarakat dari berbagai elemen. Namun juga tetap harus hati-hati dengan cara memahami persoalan secara menyeluruh.

“Kalau tidak, ya hanya akan memindahkan persoalan saja,” kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Maksum Machfoedz pada Sabtu (24/5). Sebab masyarakat merupakan benda hidup yang tak bisa seenaknya diperintah. Jika langsung ditutup tanpa ada kajian solusi dan kehati-hatian, kata Maksum, tak menutup kemungkinan kemaksiatan itu akan pindah ke tempat lain dengan segala implikasi sosial yang lebih berbahaya.

Kehati-hatian dalam menutup lokalisasi prostitusi, lanjut Maksum, harus diawali dengan mencermati dampak dan komplikasi sosial di masyarakat yang telanjur bertahun-tahun mencari penghidupan di lingkup prostitusi. Salah satu caranya dengan membangun perspektif multidimensi. "Ada banyak latar belakang, dan banyak pula implikasinya, tentu ada pula banyak pendekatannya,” kata dia.

Pasalnya, Gang Dolly yang terletak di tengah kota ini dianggap banyak pihak sudah memberikan banyak 'kontribusi' terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Keberadaannya sejak zaman belanda telah menyatu dengan pemukiman warga lainnya membuat Dolly menjadi sumber rezeki bagi banyak pihak. Bukan hanya bagi pada penjaja seks, tapi juga bagi pemilik warung, penjual rokok, tukang parkir dan juga tukang ojek.

 

Dijelaskan Maksum, penutupan memang harus diawali dengan pendekatan syariat dan kekuasaan. Bahwa pemerintah dalam hal ini menegaskan dirinya sebagai bagian dari social development. Namun ketegasan penutupan harus dibarengi upaya rehabilitasi. Agar masyarakat yang berada di lingkar pprostitusi siap menerima perubahan dan terjamin hak-hak sosialnya sebagaimana masyarakat lainnya.

Pascapenutupan nanti, peranan masjid dan komunitas Islam sangat penting untuk jadi pendamping. Agar masyarakat mantan pelaku prostitusi dan jajarannya menemukan kenyamanan lain yang bahkan menuai berkah dengan menjalani kehidupan lain selain meramaikan Dolly. “Semuanya harus disentuh dan disapa, agar per-Dolly-an tak diharapkan lagi keberadaannya,” lanjut dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement