REPUBLIKA.CO.ID, KUTAI BARAT – Mobil Suzuki Carry tahun 1994 itu berjalan pelan menyusuri jalanan berbatu menuju Kampung Muara Siram. Kecepatannya tak lebih dari 30 km per jam.
Muara Siram adalah salah satu kampung yang terletak di Kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Dari 1.000-an jiwa warganya, sebanyak 60 persen Muslim dan sisanya Katolik. Sebagian warga Muslim di kampung yang dikelilingi jalanan berbentuk jembatan kayu itu adalah mualaf.
Penumpang di atas pick up adalah pengasuh Pondok Pesantren Assalam Arya Kemuning KH Arief Heri Setyawan dan sejumlah santrinya. Mereka akan singgah di Masjid Asshobirin yang terletak di tengah perkampungan. Tujuannya, selain silaturahim, juga untuk menyapa para mualaf yang terdapat di sana.
Mobil tua yang berjalan sampai juga di tepi kampung ketika senja datang. Tepatnya, menjelang Maghrib. Para penumpang segera turun dan harus berjalan kaki menyusuri jalanan kayu. Sebab, kendaraan roda empat tak bisa masuk kampung.
Suasana begitu gelap ketika mentari menghilang ke peraduan. Maklum, kampung ini belum ketiban rezeki dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Aliran listrik belum masuk ke kawasan yang dikelilingi hutan tersebut.
Jika terdapat cahaya lampu listrik, dapat dipastikan dari rumah warga yang memiliki genset. Beruntung ada genset masjid satu-satunya di kampung itu. Cahaya lampu yang memancar dari bangunan masjid sangat kontras dengan kegelapan di sekitarnya.
“Ini baru sebagian kecil tantangan dakwah di sini,” kata Arief. “Besok, lokasi yang akan kita tempuh lebih menantang lagi. Jalanannya tak beraspal, hanya tanah biasa. Ketika hujan akan jadi sungai lumpur,” kata lelaki paruh baya ini.
Kunjungan Arief ke Muara Siram adalah bagian dari safari dakwah yang ia canangkan sebelum Ramadhan 1435 H. Ia mengawali misinya pada 1 Rajab 1435 H dan akan diakhiri pertengahan Sya’ban 1435 H. “Sekitar 50 hari nonstop saya akan berkunjung ke sejumlah tempat untuk bersilaturahim dengan para mualaf,” ujarnya.