Oleh: Zaim Saidi*
Pertama, nisab itu ditetapkan memang dalam berat, tetapi satuannya adalah mithqal atau dinar emas bukan gram yang kalau dikonversi ke dalam berat umumnya memang menemukan angka 85 gr emas.
Sebab, satu mithqal atau satu dinar emas adalah 4,25 gr, 20 dinar atau 20 mithqal menjadi 85 gr emas.
Penggunaan nisab dalam gr (emas) menghilangkan pengetahuan dasar umat Islam tentang satuan berat dalam syariat Islam (mithqal dan qirat) tentang dinar emas dan dirham perak dengan segala implikasinya. Antara lain, pengetahuan tentang ketetapan yang berkaitan dengan nilai, seperti pada hudud, diyat, mahar, dan sejenisnya, juga hilang.
Kedua, nisab 20 dinar dan 200 dirham ini mengacu secara umum untuk harta moneter (uang) dan harta perniagaan dan bukan an sich kepada (logam) emas dan perak.
Dengan demikian, sebagaimana bisa dirujuk kepada pendapat para ulama salaf, zakat harta uang dan perniagaan hanya bisa dibayarkan dengan dinar emas atau dirham perak, masing-masing sebasar 2,5 persennya, yaitu 0,5 dinar emas dan lima dirham perak.
Dinar emas dan dirham perak adalah 'ayn (aset nyata) sebagaimana produk pertanian dan peternakan yang bila jatuh nisab zakatnya hanya bisa dibayarkan dengan ‘ayn yang bersesuaian dengannya.
Zakat tidak bisa dibayarkan dengan dayn (bukti utang) yang dalam konteks harta moneter dan barang perniagaan saat ini adalah berupa uang kertas atau turunannya.
Ketiga, penggunaan nisab zakat mal dan perniagaan yang hanya merujuk pada (dinar) emas dan mengabaikan (dirham) perak menciutkan jumlah muzaki. Nilai dinar emas pada awal Ramadhan 1434 H ini, misalnya, bila dirupiahkan adalah Rp 2 juta sedangkan dirham perak adalah Rp 70 ribu.
Artinya, nisab zakat dalam dinar emas setara dengan Rp 40 juta sedangkan nisab zakat dalam dirham perak adalah Rp 14 juta.
*Pimpinan Wakala Induk Nusantara (WIN), Pengguna Dinar dan Dirham.