Ahad 08 Jun 2014 07:52 WIB

Membedah Fikih Zakat Indonesia (2)

Fikih zakat.
Foto: Blogspot.com
Fikih zakat.

Oleh: Laily Dwi Arsyianti*

Pada era ini pula, hasil ternak sudah banyak diperjualbelikan, seperti madu, susu, beserta olahannya.

Untuk madu, pendapat para ulama terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, terdiri dari Imam Malik, Syafi’i, Ibn Abi Laila, Hasan bin Abi Shalih, dan Ibn al-Mundziri menyatakan bahwa madu bukanlah objek zakat.

Sementara pendapat kedua, antara lain Abu Hanifah dan ashab (pengikut)-nya berpendapat bahwa madu termasuk ke dalam objek zakat. Berdasarkan pendapat Yusuf al-Qaradhawi, nash-nash yang bersifat umum menyebutkan bahwa setiap harta wajib dikeluarkan zakatnya tanpa dibedakan harta satu dengan lainnya (al-Baqarah: 267, at-Taubah: 103).

Selanjutnya, madu dikiaskan dengan buah-buahan yang merupakan produk hasil pertanian yang menjadi objek zakat.

Saat ini, produk-produk, seperti susu dan olahannya, serta sutra dan turunannya, sudah menjadi komoditas perdagangan, sehingga, di dalam buku ini disebutkan bahwa, produk-produk ini lebih relevan dikategorikan sebagai zakat perdagangan.

Sementara itu, harta yang menjadi objek zakat menurut pendekatan ijmali (global), antara lain adalah zakat penghasilan, zakat perusahaan, zakat surat berharga termasuk di dalamnya saham dan sukuk, zakat perdagangan mata uang, investasi properti, asuransi syariah, usaha tanaman anggrek, sarang burung walet, ikan hias, serta sektor modern lain yang sejenis, serta zakat rumah tangga modern yang termasuk di dalamnya tabungan dan aset mewah.

Buku ini juga membahas aspek pendayagunaan zakat terkait pendistribusian zakat kepada para ashnaf. Zakat yang bukan hanya memiliki dimensi individu, juga memiliki dimensi sosial, dan dimensi ekonomi sudah seharusnya mampu menjadi alat mensejahterakan umat sesuai dengan maqasid syariah.

Oleh karena itu, sebagai khasanah keilmuan, buku ini menambahkan penerangan bahwa zakat merupakan fundamen masyarakat Islam. Yang dimaksud dengan fundamen masyarakat Islam di sini adalah bahwa zakat mampu menjadi sumber jaminan sosial, memperbaiki kehidupan umat sehingga lebih terjamin, serta menjadi kewajiban asasi manusia.

*Dosen Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement