REPUBLIKA.CO.ID, KUTAI BARAT – Hujan turun cukup deras di Kampung Muara Siram, Kecamatan Bongan, Kutai Barat, Kalimantan Timur, Rabu malam pekan lalu.
Jarum jam menunjukkan angka 22.10 WITA usai berakhirnya ceramah keagamaan di Masjid Asshobirin yang terletak di tengah kampung. Sebagian jamaah yang hadir bergegas pulang menembus tetesan air di tengah pekatnya malam.
Kampung yang sebagian besar dihuni warga Dayak itu belum mendapatkan aliran listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Genset menjadi satu-satunya sumber listrik yang digunakan warga berpenduduk 1.010 jiwa ini.
Pengasuh Pondok Pesantren Assalam Ustaz Arief Heri Setyawan yang mengisi ceramah, menyempatkan diri berbincang dengan tokoh masyarakat yang masih bertahan di dalam masjid.
“Setelah ini, kami akan melanjutkan perjalanan ke Kampung Tanjung Soke,” kata dia. “Namun sebelum ke sana, sembari menunggu hujan reda, kami akan bermalam di Kampung Resak.”
Kunjungan Arief ke Muara Siram adalah bagian dari safari dakwah yang ia canangkan sebelum Ramadhan 1435 H.
Ia mengawali misinya pada 1 Rajab 1435 H dan akan berakhir pertengahan Sya’ban 1435 H. “Sekitar 50 hari nonstop saya akan berkunjung ke sejumlah tempat untuk bersilaturahim dengan para mualaf.”
Sebelumnya, Arief telah mengunjungi sepuluh kampung sebelum kedatangannya di Muara Siram. Sepuluh kampung yang telah dikunjungi dai 48 tahun itu adalah Temula, Melapeh Baru, Sekolaq Oday, Ombau Asa, Gleo Asa, Muara Mujan, Jengan Danum, Ngenyan Asa, Royoq, dan Simpang Raya.
Malam bertambah larut namun hujan tak kunjung reda, malah bertambah deras. Merasa tak mungkin berangkat ke Resak malam ini, Arief pun memutuskan menginap di Masjid Asshobirin. Sejumlah santri yang turut serta dalam safari dakwahnya, mau tak mau, ikut bermalam di masjid.
Dalam tiap dakwahnya, Arief memang selalu membawa serta sebagian santrinya. Para santri ini akan mengiringi ceramahnya dengan menampilkan hadrah berisi lagu-lagu shalawatan. Peralatan musik hadrah yang mereka bawa bisa dibilang komplet.