REPUBLIKA.CO.ID, KUTAI BARAT – Lokasi Pesantren Assalam saat itu dapat dibilang berada di tengah-tengah wilayah non-Muslim.
Namun, selama pesantren berdiri, tidak pernah terjadi gesekan atau konflik dengan warga sekitar.
Sebagian besar penghuni asli Kampung Barong Tongkok adalah Suku Dayak Tunjung dan Dayak Benuaq yang beragama Katolik. Ada juga warga Dayak asli yang masih teguh memegang tradisi animisme.
Kegiatan dakwah Islam saat itu sangat memprihatinkan. Beluma ada dai atau lembaga dakwah yang terlibat dalam syiar Islam di sana. Arief termasuk dai pelopor di pedalaman Kutai Barat.
“Sarana fisik dan infrastruktur belum ada dan tidak seramai sekarang. Jalan ke kampung-kampung atau penghubung antarkecamatan masih berlumpur. Bahkan, ada beberapa kampung yang hanya bisa dicapai melalui sungai,” tutur Arief.
Perekonomian masih terpusat di Kampung Barong Tongkok. Pasar hanya buka sepekan sekali. Barang yang ada pun hanya berkisar pada kebutuhan konsumsi dan sangat terbatas. Kebutuhan lain hanya bisa didapat di Kota Samarinda, yang ditempuh dalam waktu sehari semalam menggunakan kapal motor menyusuri sungai.
“Tak heran jika kegiatan warga hanya terfokus pada satu tujuan, bagaimana memenuhi kebutuhan perut untuk bertahan hidup. Mau bicara pendidikan agama tanpa bukti dan contoh nyata, rasanya bak pepesan kosong,” kata pria kelahiran Kediri, Jawa Timur itu.
Seiring perjalanan waktu, dalam kurun 22 tahun sejak pendiriannya, kini Pesantren Assalam mulai mendapatkan tempat di hati masyarakat. Pesantren ini telah memiliki lembaga pendidikan formal mulai Taman Kanak-kanak (TK) hingga Aliyah (SMA).
Pesantren Assalam tidak mengutip bayaran dari para santri alias gratis. Biaya operasional pondok berasal dari sumbangan donatur dan hasil unit-unit usaha pesantren, seperti usaha perkebunan, pertokoan dan Baitul Mal wa at-Tamwil (BMT).
Seluruh siswa atau santri yang belajar di pesantren mencapai 500 orang. Sebanyak 70 santri tinggal di pondok, sementara sisanya santri kalong, yakni tinggal di rumah masing-masing.
Mereka dibina dan dididik oleh 70 tenaga pengajar.
Para pengasuh Pesantren Assalam terus berupaya meningkatkan komitmen dakwah dengan meningkatkan pengelolaan pendidikan pesantren. Selain itu, upaya pembinaan mualaf juga tetap dilakukan. “Semoga dengan upaya ini kami dapat menyemaikan cahaya Islam di pedalaman Kalimantan,” kata Arief.