Rabu 11 Jun 2014 11:20 WIB

Mosul Direbut Pemberontak, AS Galau

Tentara AS berpatroli di Kota Mosul, Irak
Foto: WASHINGTON TIMES
Tentara AS berpatroli di Kota Mosul, Irak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok garis keras yang baru-baru ini merebut kota terbesar kedua Irak , Mosul,berpotensi mengancam kestabilan seluruh kawasan Timur Tengah, Amerika Serikat menyatakan pada Selasa.

Amerika Serikat juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi "yang sangat serius" di Irak

"Sudah jelas bahwa ISIL bukan hanya ancaman bagi stabilitas Irak melainkan juga bagi seluruh kawasan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jen Psaki dalam sebuah pernyataan resmi.

Psaki menekankan bahwa Washington mendukung "respon kuat yang terkoordinasi untuk membalas agresi kelompok militan."

Sementara itu juru bicara Gedung Putih Josh Earnest mengecam gerilyawan dari kelompok Islamic State of Iraq and Levant (ISIL) dan mendesak Perdana Menteri Nuri al-Maliki untuk berupaya lebih keras menyelesaikan "persoalan yang tak-terselesaikan".

Menurut Earnest, penyelesaian masalah kelompok garis keras merupakan bukti nyata bahwa al-Maliki memerintah "demi kepentingan semua warga Iraq."

Dalam keterangan Earnest, Amerika Serikat telah mengurum 300 rudal Hellfire, jutaan amunisi senjata api kecil, ribuan amunisi tank, helikopter perang dan berbagai jenis senjata lainnya ke pasukan keamanan Irak.

Sebelumnya pada Senin sekelompok gerilyawan melancarkan serangan besar di kantor pasukan keamanan dan berhasil merebut provinsi di bagian utara Irak, Nineveh, temasuk ibu kotanya, Mosul.

Kelompok tersebut juga merebut sejumlah wilayah di provinsi Kirkuk yang berbatasan dengan Nineveh pada hari selanjutnya, demikian seorang petugas kepolisian Irak mengatakan.

Menurut Psaki, ISIL menjadi organisasi kuat karena memanfaatkan situasi di Suriah. Di negara yang sedang dilanda perang saudara itu, ISIL merekrut anggota baru sekaligus mendapatkan senjata yang lebih canggih sehingga mereka kembali ke Irak dengan kekuatan berlipat.

ISIL sendiri merupakan kelompok militan paling kuat di Irak. Mereka juga menjadi kekuatan utama pemberontakan melawan kekuasaan Presiden Bashar al-Assad di negara tetangga, Suriah.

Menurut keterangan Psaki, sejumlah pejabat Amerika Serikat di Washington dan Baghdad saat ini sedang "memantau situasi dan berkoordinasi" dengan pemerintah Irak.

Di sisi lain, wakil asisten menteri luar negeri Brett McGurk, telah berada di Irak sejak akhir pekan lalu untuk membicarakan bagaimana strategi menghentikan ancaman ISIL.

"Amerika Serikat berdiri bersama rakyat Irak terutama di Nineveh dan Anbar dalam melawan ancaman besar ini," kata Psaki.

"Kami akan terus bekerja sama dengan pemimpin politik dan keamanan Irak untuk menemukan pendekatan holistik yang dapat menghentikan kemampuan ISIL untuk beroperasi di daerah perbatasan Irak," kata Psaki.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement