REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung rencana alih fungsi kawasan Dolly. Komnas HAM sepakat lokalisasi prostitusi tidak boleh berdekatan dengan wilayah pemukiman warga.
''Sebab hal itu dapat mempengaruhi kualitas hidup utamanya anak-anak. Mereka berhak mendapat lingkungan agar dapat tumbuh dengan baik,'' kata Komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi, dalam forum dialog antara Komnas HAM dan Walikota Surabaya di Balai Kota, Jumat (13/6).
Dalam forum tersebut, Dianto juga menerima sejumlah pengaduan warga terkait adanya intimidasi dari pihak luar. Pihak luar yang dimaksud itu adalah orang yang bukan asli warga Dolly dan Jarak, umumnya mereka menjadi mucikari atau yang mengais hidup dari hadirnya lokalisasi.
Terkait adanya upaya-upaya intimidasi dari pihak tertentu yang sengaja menghalang-halangi warga untuk menuju ke arah lebih baik, Dianto menegaskan, tindakan itu bisa diproses secara hukum.
''Bila memang ada tindakan intimidasi bisa dilaporkan kepada polisi untuk selanjutnya diproses sesuai hukum yang berlaku,'' ujarnya.
Proses hukum itu juga berlaku bagi para oknum yang dengan sengaja menghalang-halangi PSK untuk alih profesi sesuai keinginannya. ''Intinya warga bisa membuat laporan jika mendapat tekanan dari pihak tertentu.''
Namun demikian, Dianto menjelaskan bahwa Komnas HAM sebenarnya tidak pada posisi yang pro maupun kontra terhadap program pemerintah kota. Pada dasarnya, Komnas HAM hanya bertindak atas adanya pengaduan, dalam hal ini pengaduan dari pihak yang kurang setuju rehabilitasi kawasan Dolly.
Dengan demikian, sudah merupakan kewajiban Komnas HAM untuk memahami permasalahan dengan cara menggali informasi dari dua sudut pandang.
''Saya senang sekali hari ini mendapat penjelasan dari Ibu Walikota dan para stafnya. Sehingga ini akan memperlengkapi informasi yang sebelumnya kami himpun selama lebih kurang sepuluh hari,'' katanya.