REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga asli di sekitar lokalisasi prostitusi Dolly, Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim), yang mendukung program alih fungsi kawasan Dolly pada akhirnya buka suara. Mereka mengungkapkan isi hati mereka tinggal di tempat tersebut.
Misalnya, Ketua RT 3 Rw12, Kelurahan Putat Jaya, Anton mengatakan, alasan dia setuju terhadap upaya alih fungsi Dolly karena ingin mendapatkan lingkungan yang lebih baik bagi keluarganya. Selama hidup dan bermukim disana, dia merasakan ada stigma yang buruk yang melekat pada dirinya dan keluarga.
“Ketika saya menjelaskan alamat rumah saya kepada teman dan kolega, anggapan mereka sudah buruk duluan,” ujarnya,dalam forum dialog antara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan Walikota Surabaya di balai kota, Jumat (13/6).
Padahal, kata dia, baik para pekerja seks komersial (PSK) maupun mucikari sebagian besar dari luar daerah. Jika dipersentase, orang yang benar-benar berasal dari Dolly dan Jarak hanya sekitar 5 persen.
Cerita miris juga diungkapkan Ustaz Jafar. Pria ini punya pengalaman miris karena bertempat tinggal di dekat eks-lokalisasi Dupak Bangunsari. Saat putrinya genap berusia 17 tahun, dia mengadakan pesta ulang tahun di rumahnya. Namun, karena lokasinya yang berdekatan dengan lokalisasi prostitusi saat itu membuat tidak ada satu pun teman sekolahnya yang datang. Hal inilah yang membuat dia dan keluarganya menitikkan air mata.
“Kalau anda datang ke sini atas nama hak asasi manusia (HAM), maka dimana hak asasi anak saya yang sebenarnya berhak mendapat tempat tinggal di lingkungan yang lebih baik,” tanyanya kepada anggota Komnas HAM.