REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala BKKBN Fasli Djalal mengatakan Indonesia masih menghadapi empat masalah kependudukan yakni jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan yang tinggi, persebaran tidak merata, dan kualitas rendah.
Di masa lalu Indonesia bisa menurunkan angka fertilitas dari 5.6 anak/wanita menjadi sekitar 2 anak/wanita. Kini angka fertilitas sulit turun dari angka 1.4 anak/wanita yang berarti setiap tahun setidaknya 4.5 juta bayi lahir di Indonesia.
Indonesia berpeluang memperoleh bonus demografi pada era 2012-2045, ketika jumlah penduduk produktif (15-64 tahun) jauh lebih besar dari yang tidak produktif (<14 tahun dan >65 tahun). Pada tahun 1970an, 100 orang bekerja membiayai 86 orang yang tidak produktif. Angka itu kini jauh turun dengan 100 orang bekerja membiayai sekitar 50 orang yang tidak produktif.
“Kita bisa mencapai angka ketergantungan paling rendah dimana hanya 46 orang yang menggantungkan diri pada 100 orang yang bekerja kalau kita manfaatkan bonus demografi ini dengan menghasilkan angkatan kerja yang berlimpah harus berkualitas, kesehatan dan kecukupan gizi, lalu profesional dan berkecukupan,” katanya pada peringatan Hari Keluarga Nasional XXI, Sabtu (15/6).
Pasca otonomi daerah, kata Kepala BKKBN, banyak daerah yang mengendorkan prioritas program kependudukan dan Keluarga Berencananya sehingga kualitas dan kuantitas sumber daya berkurang.
“Jika kelembagaan tidak utuh, sumber daya manusia tidak cukup dan profesional serta alokasi dana berkurang, maka sulit bagi 500 kabupaten/kota untuk menyukseskan program kependudukannya.
Namun Kepala BKKBN memuji 18 pemerintah daerah yang telah mendirikan Badan Kependudukan dan KB daerah sesuai perintah Undang-Undang.