Selasa 17 Jun 2014 15:50 WIB

Pertempuran Para Pemuda - (Inggris Vs Italia)

Ustaz Erick Yusuf.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ustaz Erick Yusuf.

Oleh: Ustaz Erick Yusuf*

Entah mengapa kali ini Roy Hodgson sebagai pelatih timnas Inggris dan Cesare Prandelli pelatih timnas Italia seakan setali tiga uang.

Mereka mempunyai ide-ide yang hampir mirip sama. Boleh jadi pengalaman Roy Hodgson yang pernah malang melintang di negeri Pizza Italia pada 1995 melatih Inter Milan lalu bertemu Prandelli yang masih menjadi pelatih youth team Atalanta saat itu.

Kesamaan mereka pada pesta akbar sepakbola 4 tahunan ini adalah menggunakan tenaga dominan dari para pemuda yang minim pengalaman namun lapar prestasi. Sebut saja di Inggris ada Sterling, Sturridge, Welbeck, Lallana, Townsend dan banyak lagi.

Reformasi di Italia pun tak kalah dengan hadirnya Verratti, Candreva, Marchisio, si bengal Balotelli dan lainnya. Dikarenakan sedikitnya kesempatan yang dimiliki, mereka pun mempunyai slogan “sekali berarti atau kemudian mati”.

Kesamaan kedua pelatih ini pun mempercayakan orkestrator serangan pada maestro tua berpengalaman. Di inggris kita mengenal Stevan “stevie” Gerrard dari Liverpool dan di Italia kita mengenal Andrea Pirlo dari Juventus.

Dipundak merekalah beban sekaligus harapan digantungkan. Mereka bertugas memberi ketenangan ketika panik melanda, juga memompa semangat ketika urat kaki membeku. Teriakan serta telunjuk mereka seakan memanjangkan nafas para pemuda yang tersengal.

Media-media Inggris berteriak lantang “Hentikan Pirlo!”, bahkan fisikawan dunia Steven Hawking ikut latah memberikan masukan dengan tingkat IQ-nya yang di atas rata-rata. Hawking menyarankan timnas Inggris bermain di lapangan yang ketinggiannya kurang dari 500 meter di atas permukaan laut.

Juga jika bermain pada pukul 3 sore waktu setempat, dengan jersey merah, dan formasi 4-3-3. Namun, sayang nasihat sang profesor tersebut terabaikan karena Inggris bermain dengan jersey putih, tidak bermain pada jam 3 sore dan menggunakan taktik strategi 4-2-3-1 dengan Sturridge di depan dan Rooney di belakangnya.

Walhasil, Inggris mesti mengakui jerih payah pemuda-pemuda negeri Mafioso Italia. Angka 2-1 menjadi kenyataan pahit bagi “the three lions”, tendangan jauh Marchisio dan tandukan Balotelli membungkam “hooligans” fans fanatik timnas Inggris, setelah gol balasan cepat Sturridge sempat membuka asa.

Persaingan mereka bukan hanya dilapangan tetapi juga didalam penyelenggaraan liga terbaik dunia. Maklum era 80-90’an ajang kompetisi seria A Italia begitu memikat sponsor dunia, karena milyaran pasang mata mengarah ke negeri Pizza tersebut.

Namun, dengan slogan “football comes home” yang dikampanyekan FA didukung penuh pemerintah Inggris mereka berhasil menelikung Seri A Italia yang dilanda kasus “calciopoli” pengaturan skor yang membuat sepakbola Italia seakan masuk ruang operasi ICU.

Saat ini kita menjadi saksi kekuatan para pemuda, dalam sejarah Islam pun para pemuda menjadi tulang punggung dakwah. Di antaranya Zubair bin Awwam, anggota pasukan berkuda Rasul SAW saat berusia 15 tahun. Thalhah bin Ubaidillah, pelindung Nabi SAW saat perang Uhud dengan tujuh puluh luka tusuk tombak.

Sa’ad bin Abi Waqqash, seorang ksatria berkuda Muslimin di usia 17 tahun, Ia dikenal sebagai pemanah terbaik pada masa itu. Zaid bin Tsabit mendaftar jihad fi sabilillah sejak usia 13 tahun, pemuda jenius yang mendapat tugas berat menghimpun wahyu di usia 21 tahun.

Juga Usamah bin Zaid, panglima perang di usianya yang ke-20 dan memenangkan perang melawan negara adikuasa Romawi di perbatasan Suriah. Dan banyak lagi pemuda diseluruh dunia yang membangun peradaban.

Mungkin kita juga mesti mengingat orasi Presiden Soekarno “beri aku seribu orang tua niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”.

Semoga dengan semangat dan kekuatan para pemuda, negara dan bangsa kita menjadi negara yang baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Amin, Keep istiqamah.

Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik di sisi Allah adalah yang mengamalkannya.

*Pimpinan lembaga dakwah iHAQi, penulis buku 99 Celoteh Kang Erick Yusuf.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement