REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pengusaha di Thailand menghadapi kekurangan tenaga kerja menyusul eksodus pekerja Kamboja. Para pengusaha tersebut diminta melaporkan kebutuhan tenaga kerjanya kepada Menteri Tenaga Kerja sehingga kementerian dapat membantu mengisi kekurangan itu.
Bangkok Post, Kamis (19/6), melaporkan kementerian menawarkan bantuan kepada 1.500 pelaku usaha di provinsi-provinsi bagian timur. Pelaku usaha tersebut diundang untuk bertemu Menteri Tenaga Kerja Jirasak Sukonthachart di Ao Udom Community Centre yang terletak di distrik Si Racha, Rabu.
Dalam pertemuan tersebut mereka membahas mengenai kebutuhan tenaga kerja. Lebih dari setengah dari tenaga kerja asing di wilayah timur berasal dari Kamboja.
Jirasak mengatakan upaya yang akan dilakukan kementerian adalah merelokasi pekerja dari daerah lain untuk mengisi kesenjangan sehingga perusahaan dapat terus beroperasi.
Dia meminta pengusaha mengirimkan nama-nama perusahaan dan jumlah pekerja yang dibutuhkan ke kementerian. Selanjutnya kementerian yang akan mencari tenaga kerja pengganti.
Menurut Jirasak, eksodus pekerja Kamboja yang sebagian besar tidak tercatat, telah mengakibatkan kekurangan tenaga kerja utama di sektor pertanian, perikanan, jasa dan industri. Dia menambahkan masalah perdagangan manusia menjadi perhatian Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban (NCPO) sejak Thailand masuk dalam daftar Tier 2 Watchlist dari AS selama empat tahun berturut-turut.
Tier 2 Watchlist berisi daftar negara-negara yang pemerintahnya tidak sepenuhnya mematuhi standar minimum Undang-Undang Perlindungan Korban Trafficking, tapi berusaha memperbaiki. Jirasak mengatakan perdagangan dengan Amerika Serikat akan terhambat jika Thailand diturunkan ke Tier 3.
Direktur Jenderal Departemen Tenaga Kerja Pravit Khiengpol mengatakan eksodus lebih dari 100 ribu pekerja Kamboja menunjukkan banyaknya industri di Thailand yang mengandalkan pekerja ilegal dalam jumlah besar. Dia mengatakan NCPO mengharuskan semua pekerja bekerja dengan resmi untuk melindungi hak-hak mereka.
Junta militer akan mengatur para pekerja tanpa dokumen resmi dalam waktu satu bulan. Pusat-pusat pelayanan satu atap akan dibentuk untuk memproses dokumen dan membantu pengusaha yang ingin mempekerjakan buruh migran. Langkah ini akan diajukan ke Komite Kebijakan Pekerja Asing.
Thailand saat ini diperkirakan memiliki 2,3 juta pekerja migran resmi. Mereka akan dibantu untuk mempertahankan status hukum mereka sehingga dapat memperoleh hak-hak buruh dan manfaat lain di bawah hukum Thailand.
Pihak berwenang mengurangi pembatasan hukum untuk memungkinkan pekerja yang visanya telah habis bisa terus bekerja. Di sisi lain, otoritas terus melakukan upaya mempercepat proses verifikasi kewarganegaraan mereka.
Wakil Kepala 14th Military Circle Kolonel Opas Uttaranakon yang bertanggung jawab atas wilayah timur mengatakan ia tidak pernah memerintahkan tindakan keras terhadap para pekerja ilegal.
Kepala Kantor Ketenagakerjaan Chon Buri, Pichit Nilthongkham mengatakan eksodus pekerja Kamboja telah merusak semua sektor usaha, terutama pertanian dan perikanan diikuti industri konstruksi, pariwisata dan jasa. Dia mengatakan kantor telah bekerja sama dengan 14th Military Circle untuk berbicara dengan pengusaha dan pekerja asing. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman di kalangan pekerja migran.
Junta militer juga telah mengadakan pembicaraan dengan para pekerja resmi Kamboja untuk memberitahu rekan-rekan mereka militer tidak punya kebijakan menindak para pekerja tidak berdokumen. Ketua Kamar Dagang Rayong, Anuchida Chinsiraprapha mengakui sebagian besar pekerja asing masih takut atas tindakan keras militer.
Dilansir Xinhua, Kepala Kantor Hubungan Perbatasan Kamboja-Thailand Mayor Jenderal Pich Vanna mengatakan jumlah pekerja Kamboja yang meninggalkan Thailand mencapai angka 220 ribu hingga Rabu.
Dia mengatakan pada Rabu saja, sekitar 150 ribu warga Kamboja tumpah di perbatasan Poipet. Pich Vanna memperkirakan hampir 400 ribu pekerja Kamboja bekerja di Thailand sebelum kudeta.
Berbicara saat mengunjungi pekerja migran di Pos Pemeriksaan Perbatasan Internasional Poipet , Rabu, Wakil Perdana Menteri Ke Kim Yan mengatakan pemerintah telah menghabiskan sekitar lima juta dolar AS untuk menutupi transportasi, makanan dan perawatan medis mereka.
"Biaya tersebut tidak termasuk sumbangan langsung dari organisasi-organisasi amal dan individu dermawan kepada para pekerja migran," katanya.
Dia menambahkan lebih dari 300 truk dan bus militer digunakan untuk mengangkut pekerja Kamboja tanpa dipungut biaya.