REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Kesadaran para pelaku usaha dan industri di Kabupaten Semarang dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya beracun (B3) masih memprihatinkan.
Hal ini membuat Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Semarang terus memperketat pengawasan pengelolaan limbah ini. "Ini persoalan serius bagi keberlangsungan lingkungan yang harus kami kawal," ujar Kepala BLH Kabupaten Semarang, Nurhadi, Kamis (19/6).
Ia mengatakan, ada ratusan industri --baik dari skala besar maupun kecil-- di Kabupaten Semarang. Termasuk di antaranya sejumlah rumah sakit dan klinik kesehatan yang berpotensi menghasilkan limbah berbahaya. Untuk itu, limbah yang dihasilkan harus bisa dikelola dengan baik dan tidak membahayakan lingkungan di sekitarnya.
Limbah cair, padat dan gas yang dihasilkan industri ini, jelas dia, termasuk dalam golongan limbah B3 yang berbahaya bagi kelangsungan mahluk hidup. "Saat ini, ada kecenderungan masalah limbah B3 sudah mulai diabaikan oleh pelaku usaha," lanjutnya.
Nurhadi menambahkan, pihaknya akan terus berupaya secara insentif memonitor penanganan limbah oleh para pelaku usaha ini.
Karena Instalasi Pengelolaan Limbah (IPAL) menjadi satu diantara persyaratan yang mutlak dipenuhi oleh industri dan pelaku usaha.
Setiap bulan perusahaan harus melakukan uji air limbah. Dari sampel uji limbah ini, bentuk pencemaran limbah dari industri akan terpantau. "Jika ada perusahaan yang kedapatan tidak memenuhi ketentuan pengelolaan limbah B3 tentu akan kami sikapi," tegasnya.
Berdasarkan data Republika, Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang, pada 7 April 2014 hakim telah menjatuhkan vonis enam bulan dengan masa percobaan satu tahun kepada, Eom Dong Cull alias David (46), yang juga General Manajer, PT Visionland (Garment) di Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
Warga negara Korea ini juga dijatuhi denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara setelah dinyatakan bersalah tidak mengelola limbah batubara dengan baik hingga mencemari lingkungan.