REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyambut positif pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentang "Pengesahan Persetujuan Tentang Kerja Sama Industri Pertahanan Antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Turki".
Seusai mengikuti rapat tertutup pembicaraan tingkat I dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Senin, Menlu mengatakan kerja sama itu merupakan bagian dari hubungan Indonesia-Turki yang sangat komprehensif, dan merupakan kerja sama di bidang industri pertahanan.
"Jadi, sifatnya sangat strategis," kata Menlu seusai rapat yang dipimpin Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq.
Kerja sama itu, mrnurut dia, bukan masalah membeli dan menjual alat utama sistem persenjataan (alutsista), melainkan pengembangan kapasitas industri pertahanan masing-masing negara.
Menurut dia, Komisi I DPR dan pemerintah memiliki pandangan yang sama mengenai pentingnya perjanjian kesepakatan Indonesia dan Turki di bidang kerja sama industri pertahanan.
Untuk itu, pemerintah dan DPR RI akan melanjutkan pembahasan RUU ini ke tingkat II dalam rapat paripurna untuk diambil keputusan persetujuan DPR RI untuk disahkan menjadi UU oleh Presiden.
"Ini jelas wujud dari kemitraan pemerintah dan parlemen dalam hal ini Komisi I yang patut disambut dengan baik," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi I DPRI RI TB Hasanuddin mengatakan pembahasan rapat pembicaraan tingkat II akan dilakukan dalam waktu dekat.
Dalam kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Turki pada 28-29 Juni 2010, pemerintah Indonesia dan Turki menandatangani kesepakatan kerja sama industri pertahanan, selain kerja sama di berbagai bidang lain.
Disebutkan pula tentang pembentukan komite bersama dalam kerja sama industri pertahanan, kewajiban untuk saling melindungi hak kekayaan intelektual, informasi, dokumen, dan bahan-bahan yang bersifat rahasia.
Kerja sama itu juga meliputi komitmen para pihak untuk mengedepankan kepentingan, keamanan dan integritas masing-masing negara.
Sementara bila ada sengketa, disebutkan penyelesaian sengketa dilakukan secara damai melalui negosiasi para pihak dalam komite bersama serta tidak membawa setiap sengketa yang timbul ke pengadilan internasional dan apabila diperlukan akan diselesaikan melalui saluran diplomatik.