Rabu 02 Jul 2014 15:04 WIB

Kepala Daerah Maju Capres Harus Mundur dari Jabatan

Joko Widodo (Jokowi)
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ahli hukum tata negara Irman Putra Sidin mengatakan seorang kepala daerah yang mendaftar sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya.

"Hal ini karena kepala daerah seperti gubernur, wali kota, bupati beserta wakilnya merupakan pejabat negara yang menjalankan fungsi serta memiliki kewenangan," ujarnya saat menjadi ahli pemohon dalam sidang lanjutan pengujian UU 42/2008 tengan Pilpres terhadap UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi, Rabu.

Menurut dia, secara teoritis dan berdasarkan sejumlah putusan mahkamah, sampai saat ini belum ada yang menyangkal bahwa seorang kepala daerah bukan pejabat negara.

Selain itu, kata Irman, pejabat negara harus mundur saat menjadi calon presiden karena jabatan tersebut merupakan paling utama dalam sebuah negara, pemegang kekuasaan dan bertanggung jawab terhadap 250 juta warga.

"Menjadi calon presiden bukan sekadar berbicara dimensi hak politik warga, namun panggilan konstitusional, sehingga warga negara yang menjadi calon presiden harus fokus dan totalitas mengurusnya," kata Irman.

Pengujian UU Pilpres ini diajukan oleh dua warga Jakarta, yakni Yonas Risakotta dan Baiq Oktaviany, yang mempersoalkan nonaktifnya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo setelah mendapat izin presiden sebagai calon peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014.

Kedua pemohon sebagai warga Jakarta yang punya hak pilih dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 merasa dirugikan karena Jokowi mencalonkan diri sebagai calon presiden.

Yonas Risakotta dan Baiq Oktaviany ini menguji Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 UU Nomor 42 Tahun 2008.

Pasal 6 ayat (1) menyebutkan pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya.

Sedangkan Pasal 7 ayat (1) menyebut gubernur, wakil gubernur, bupati/walikota, wakil walikota/bupati yang mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden harus meminta izin presiden sebagai syarat pencalonan.

Dalam permohonannya, para pemohon ingin memastikan pilihan calon presiden dan wakil presiden betul-betul sosok negarawan sejati yang mampu memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat.

Kuasa Hukum Pemohon, Wakil Kamal, mengatakan pemohon I (Yonas) menilai pencalonan Jokowi sebagai calon presiden telah dinilai menciderai kehormatan, wibawa, dan martabat jabatan presiden dan lembaga kepresidenan untuk mencari sosok negarawan sejati.

Sedangkan pemohon II, katanya, pencalonan Jokowi sebagai calon presiden telah mengkhianati para pemohon yang telah memberi kepercayaan untuk memimpin DKI Jakarta.

Menurut pemohon, kepala daerah tidak mundur ketika mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden sama saja dengan memperjudikan jabatan dan tidak mau ambil risiko sehingga menimbulkan ketidakpastian akan masa jabatan kepala daerah yang dipilih untuk 5 tahun.

"Kalau menang Pilpres baru kemudian mundur, tetapi kalau tidak jabatannya dilanjutkan kembali. Harusnya kepala daerah yang mencalonkan diri sebagai calon presiden haruslah mengundurkan diri," kata Kamal.

Kedua pemohon ini meminta MK menyatakan Pasal 6 ayat (1) dan penjelasannya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang pejabat negara tidak dimaknai "termasuk gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, atau walikota atau wakil walikota".

Sedangkan untuk Pasal 7 UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

sumber : antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement