REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membantah jika 'catatan buruk' hasil audit laporan keuangan DKI Jakarta adalah pesanan pihak tertentu. Khususnya orang atau lembaga yang ingin menjegal langkah Gubernur DKI Jakarta Joko 'Jokowi' Widodo dalam mencalonkan diri sebagai presiden dalam pilpres mendatang.
Anggota BPK RI, Agung Firman Sampurna mengatakan pihaknya bekerja sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945. Dimana, BPK hadir sebagai lembaga yang bebas dan mandiri. Serta memiliki sikap independen dalam proses pemeriksaan. Baik dalam bertindak maupun berperilaku.
Selain itu Agung juga menolak jika BPK dinilai mencari-cari kesalahan dengan melakukan pendalaman audit laporan keuangan. Ia mengatakan BPK telah memberitahu kepada lebih dari 700 entitas tujuh bulan lalu. Melalui kegiatan Forum Komunikasi Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan, BPK mengundang berbagai kepala lembaga dan daerah.
BPK menyampaikan akan memperketat audit akun belanja, bantuan sosial, hibah serta barang dan jasa. Ada berbagai pihak yang menanggapi positif pemberitahuan tersebut dan ada yang lengah.
''Jadi mustahil ini hanya kami berikan ke DKI saja. Karena dari seluruh 16 entitas wilayah barat, ada dua yang turun, DKI dan Banten turun,'' ucap dia, Jumat (4/7).
Ditambahkan, salah satu auditor BPK Saefullah menjelaskan, penurunan status dari Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada 2011 dan 2012 menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP) karena perubahan sistem mekanisme yang terjadi di Pemprov DKI.
Perubahan itu, karena di 2012 verifikasi berpusat di satu tempat. Sementara di 2013 laporan di lakukan ke masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). ''Sehingga lemah laporannya dan bukti tidak lengkap,'' ujar dia.