REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Merah Putih partai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dianggap sulit untuk menjadi permanen. Apalagi jika pasangan nomor urut satu itu kalah dalam pilpres 2014.
"Kalau Prabowo-Hatta menang, barangkali koalisi Merah Putih itu akan relatif permanen lima tahun ke depan. Tapi kalau kalah, sulit percaya saya koalisi ini akan permanen," ujar pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra kepada ROL, Selasa (15/7).
Sebab, kata dia, jika ada tawaran kursi kabinet dari yang menang, partai yang menerima otomatis keluar dari koalisi. Makin banyak partai yang terima tawaran kursi menteri, maka makin cepat koalisi itu bubar.
Akhirnya yang tersisa mungkin tinggal Gerindra dan PAN saja. Terutama bagi Golkar, yang selama ini ingin melekat dengan kekuasaan.
"Mana tahan Golkar jadi partai oposisi? Pohon beringin hanya bisa tumbuh subur di tempat basah. Bisa mati dia kalau tumbuh di tempat kering kerontang," jelas dia.
Apalagi, tambahnya, jika Jusuf Kalla (JK) resmi jadi wapres. Maka, Golkar dan PDI Perjuangan akan jadi saling butuh-membutuhkan.
"Golkar berhajat dengan kekuasaan. Di kursi wapres ada JK. Maka, bukan mustahil, JK digarap jadi ketum atau jadi ketua wanbin Golkar lagi," papar dia.
Sementara itu, lanjut dia, PDIP pun akan waspada terhadap kekuatan koalisi Merah Putih di DPR yang mencapai 63 persen.
"Kalau Jokowi JK tak pandai-pandai kelola mereka, ya bisa repot juga. Agar aman tanpa banyak gangguan, Jokowi JK tentu ingin memecah atau setidaknya melemahkan soliditas koalisi oposisi di DPR," ungkap dia.
Menurut Yusril, di antara semua partai koalisi oposisi, yang paling mudah diimingi kekuasaan adalah Golkar. Kalau Golkar keluar dari barisan oposisi, maka kekuatan Prabowo-Hatta di DPR sudah di bawah 50 persen.
"Lihat saja nanti, koalisi oposisi akan melemah," tegas Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut.