REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Usai merayakan lebaran, masyarakat bersiap merogoh kantong lebih dalam lagi untuk memenuhi kebutuhan. Harga Sembako bakal diperkira naik lagi.
Ini dampak kebijakan pemerintah pusat yang membatasi penjualan BBM bersubsidi jenis solar di SPBU dari pukul 08.00 hingga 18.00 WIB.
Banyak pihak merespon sinis atas kebijakan tersebut. Termasuk kelompok usaha angkutan barang, turut menentang pembatasan jam pembelian solar.
''Kebijakan ini tidak populer. Jelas bakal menyusahkan banyak pihak,'' Sugiyanto (49), pemilik angkutan barang yang biasa untuk mengangkut Sembako.
Sugiyanto tak sepakat dengan rencana pemerintah untuk membatasi jam operasional itu. Kebijakan ini jelas menyusahkan banyak pihak. Seperti dirinya, kendaraan truk dan pikup jam kerja keluar sering malam hari.
Ini dilakukan untuk mengangkut sayur dan Sembako ke sejumlah pasar tradisional. ''Kalau kendaraan pas tiap malam keluar, kan tidak bisa beli solar. Kendaraan tidak bisa jalan,'' katanya.
Menurut pengusaha angkutan barang warga Kerten, Laweyan, Solo, ini, kalau kebijakan pemerintah ini diberlakukan dipastikan memicu kenaikkan Sembako dan kebutuhan dapur.
Ini karena angkutan barang dagangan bisa terganggu, karena kesulitan mendapat bahan bakar. Harga Sembaki naik paska lebaran, diperkira naik lagi setelah dikeluarkan pembatasan jam pembelian solar di SPBU.
Menurut Ny Siti Aisyah (53), kebijakan itu bakal memberatkan pengguna kendaran yang mengonsumsi BBM jenis solar. Warga Baturan, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, menyebut kebijakan pemerintah itu justru berdampak negatif terhadap masyarakat banyak. Khususnya, pengguna kendaraan umum.
Agus Riyanto (35) sopir Isuzu jurusan Solo-Klaten juga tidak sepakat dengan pembatasan jam operasional itu. Menurutnya, kendaraan yang dioperasionalkan keluar pukul 03.00 dinihari. ''Kalau kendaraan saat keluar kondisi tangki solar kosong, apa harus tidak jadi ngompreng,'' keluh dia.
Menurut Sugiyanto, Ny Siti Aisyah, dan Agus Riyanto, kebijakan tersebut bakal menghamabat, bahkan bisa mengganggu angkutan distribusi Sembako dan kebutuhan dapur dari produsen ke pasar.
Jika waktu pengiriman barang tidak ada solar, harus menunggu jam buka SPBU melayani pembelian solar. Ini karena, hampir semua kendaraan angkutan barang menggunakan BBM solar.
''Bagaimana dengan truk pengangkut stok makanan untuk kebutuhan pokok itu. Kalau nanti pas pengiriman kehabisan solar, dan tidak ada yang jual, apa malah tidak mengganggu proses distribusi dipasar. Serba repotlah. Masak, pemerintah bikin aturan malah bikin susah banyak orang,'' tambah Agus.
Atas rencana pemberlakukan pembatasan pembelian solar, khalayak berharap kepada pemerintah untuk melakukan revisi kembali atas kebijakan tersebut. Ini karena, bisa dianggap hanya akan menyengsarakan rakyat dari implikasi ketika kebijakan itu diterapkan.
Sejumlah pengelola SPBU di Kabupaten Boyolali mulai resah dengan diberlakukan pembatasan jam pembelian untuk penjualan solar bersubsidi. Soalnya, konsumen solar yang kebanyakan bus dan truk membeli pada malam hari.
Pembatasan jam pembelian solar bersubsidi saat ini baru diberlakukan di empat SPBU. Diantaranya, SPBU Cepogo, Andong, Karanggede dan Simo. Pembelian solar bersubsidi dimulai pukul 08.00 wib hingga pukul 18.00 wib.
Menurut Supervisor SPBU Cepogo, Yunianto, pemberlakuan pembatasan pembelian solar bersubsidi mulai dilakukan Senin (4/8). Ini menyusul rapat koordinasi dengan pihak terkait di Yogyakarta, Sabtu (2/8).
Mulai Senin (4/8) lalu, diberlakukan pembatasan. Ini karena tidak ada sosialisasi, banyak konsumen yang mengeluh.
Ironisnya lagi, kata Yunianto, pihaknya juga hanya dibekali sepanduk dan poster saja untuk memasang sebagai bahan sosialisasi. Imbasnya, petugas SPBU pun terpaksa harus memberi penjelasan cukup panjang kepada konsumen.
Supervisor SPBU Sunggingan, Eko Agus Purwanto, menyatakan, meski SPBU belum mendapat instruksi melaksanakan kebijakan tersebut, namun pihaknya juga khawatir menjadi sasaran komplain konsumen. Terlebih, saat ini konsumen solar bersubsidi membeli pada malam hari.
Mayoritas bus yang hendak masuk ke Terminal Sunggingan dan trukk yang melintas dini hari. ''Kalau nanti pembatasan jam diberlakukan, jelas banyak keluhan. Karena konsumen solar biasanya pada malam hari melakukan pembelian''.
Kebijakan pembatasan penjualan solar bersubsidi terpaksa disiasati konsumen dengan berbagai cara. Yoseph, misalnya, sopir truk kontainer Semarang-Solo ini menuturkan, dirinya terpaksa harus menyiapkan stok bahan bakar.
''Ya otomatis harus siap dana, karena biaya pembelian bahan bakar dari perusahaan biasanya juga diberikan malam hari,'' katanya.