REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Dinas Perkebunan Provinsi Riau menyatakan harga karet di tingkat petani makin anjlok karena pengaruh harga di pasar internasional yang terus "terjun bebas" sejak semester pertama tahun ini.
Akibat rendahnya mutu karet lokal, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan proteksi untuk melindungi nasib petani.
"Untuk karet harga di pasar internasional cenderung 'terjun bebas' dalam satu semester ini," kata Kepala Bidang Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Riau, Ferry HC Ernaputra, di Pekanbaru, Selasa (12/8).
Ia menjelaskan, anjloknya harga selama semester I hingga kini mencapai Rp 10 ribu, dari Rp 27.500 per kilogram (kg) jadi Rp14 ribu per kg untuk kualitas kadar kering karet (K3) 100 persen.
Sementara itu, sebagian besar petani karet di Riau baru mampu memproduksi karet dengan kualitas K3 sekitar 40-50 persen, sehingga penurunan harga makin dalam dirasakan oleh petani.
Menurut dia, tren penurunan harga karet ini makin memprihatinkan apalagi 25 persen masyarakat di Riau menggantungkan kehidupan dari subsektor perkebunan karet. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Riau tahun 2012, luas perkebunan karet daerah itu mencapai 500.851 hektare (ha) dengan 96 persen merupakan perkebunan rakyat, namun sebagian besar sudah berusia sangat tua sehingga produksinya menurun.
Pengelolaan karet oleh petani swadaya juga masih kurang efisien karena penggunaan teknologi belum optimal dan berdampak pada produktivitas usaha perkebunan karet rakyat dan rendahnya mutu bahan olah karet rakyat (Bokar).
"Seperti yang dialami oleh petani karet kita saat ini, harga jual yang diperoleh petani cenderung rendah dan kurang memuaskan bahkan mencapai di bawah 50 persen dari tarif pabrikan," katanya.
Menurut dia, pemerintah memiliki dua opsi untuk melindungi komoditas karet dalam negeri. Kebijakan proteksi ini dilakukan oleh pemerintah Vietnam yang memiliki lembaga penjamin mutu dan menampung karet petani dengan harga yang bagus. Kebijakan tersebut berhasil mendorong Vietnam masuk ke dalam tiga besar produsen karet dunia, bahkan menggeser Malaysia.
"Kebijakan proteksi Vietnam turut berimbas pada harga karet internasional, saat pemerintah melalui Presiden yang baru nanti untuk mengambil sikap yang sama," kata Ferry.
Salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas Bokar petani adalah dengan mendorong makin banyak terbentuknya lembaga Unit Pengolahan Pemasaran Bokar (UPPB) dan teregistrasi melalui pembinaan setiap tahun. Ia mengatakan, saat ini di Riau sudah terbentuk tiga UPPB di Kabupaten Kampar, Rokan Hulu dan Kuantan Singingi.
"UPPB di Riau terus dievaluasi tiap tahun dan sudah membuahkan hasil yang bagus," katanya.