Rabu 13 Aug 2014 14:47 WIB

Tanggapan Menag Terkait PP Aborsi

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Mansyur Faqih
Lukman Hakim Saifuddin
Foto: antara
Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengaku tak tahu detil perihal pembahasan PP Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

"Itu sudah terlalu teknis, saya gak tahu persis. Karena kalau PP pembahasannya di tingkat direktorat jenderal. Saya selaku menteri, saya belum tahu secara persis teknisnya seperti apa," ujar Lukman, Rabu (13/8).

Lukman menilai PP tersebut telah sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia yang memberi persyaratan aborsi. Pertama, tidak ada cara lain untuk menyelamatkan keselamatan jiwa ibu.  

Kedua, ada alasan medis dari sisi fisik dan psikis yang mengancam keselamatan jiwa ibu. "Yang berhak menentukan itu adalah ahli medis, para dokter. Ada batasan usia tertentu bahwa usia kandungan tidak lebih dari sebelum kandungan memiliki ruh, jiwa."  

"Itu ketentuan-ketentuan yang sudah sejalan dengan fatwa MUI." kata Lukman. 

PP yang ditandatangani pada 21 Juli 2014 tersebut merupakan pelaksanaan dari UU 36/2009 tentang Kesehatan. PP 61/2014 mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat perkosaan.

Pengaturan itu mengacu pada UU 36/2009 pasal 75 ayat 1 yang menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan aborsi. Kecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban.  

Menurut PP 61/2014, tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan bila kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Indikasi kedaruratan meliputi sejumlah kondisi. Antara lain kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan atau kesehatan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin.

Termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan mau pun yang tidak dapat diperbaiki. Sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

Penentuan indikasi kedaruratan medis, berdasarkan pasal 33 ayat 1 dan 2 dilakukan oleh tim kelayakan aborsi yang dilakukan paling sedikit terdiri dari dua orang tenaga kesehatan.

Terkait kehamilan akibat perkosaan merupakan kehamilan akibat hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement