Jumat 15 Aug 2014 03:44 WIB

Harta Gono Gini (2-habis)

Harta bersama yang diperoleh setelah menikah disebut gono gini.
Foto: Masterviolins.com
Harta bersama yang diperoleh setelah menikah disebut gono gini.

Oleh: Hafidz Muftisany

Islam tidak mengatur secara rinci pembagian harta gono gini seperti halnya mahar untuk istri. Istri berhak mendapatkan seluruh mahar yang dijanjikan jika ia telah bercampur (berhubungan badan) dengan suami, seperti dalam surah an-Nisa ayat 20-21.

Jika istri tersebut belum berhubungan badan dengan suami, istri berhak mendapatkan separuh mahar jika telah ditentukan. Jika mahar belum ditentukan dan istri belum berhubungan badan dengan suami, ia hanya mendapat mut’ah atau pemberian sesuai kemampuan dan kondisi istri, seperti dijelaskan dalam surah al-Baqarah ayat 236-237.

Sementara untuk harta bersama atau harta gono gini, Majelis Tarjih Muhammadiyah menyebut harus ada perundingan antara keduanya. Namun, bisa dibagi berdasarkan peran masing-masing dalam mencari harta tersebut.

Jika suami lebih berperan besar dalam mencari harta bersama, ia bisa mendapat bagian lebih. Terpenting adanya keridhaan kedua belah pihak dan pembagian berdasarkan itikad yang baik.

Sebisa mungkin keputusan pembagian harta bersama tidak sampai ke pengadilan. Karena, hakim hanya berpedoman pada hal-hal yang bersifat lahiriyah. Seperti halnya tertera dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Peradilan Agama. Pasal 97 menyebut “Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.”

Pembagian ini tidak melihat pada apa yang sebenarnya terjadi dalam rumah tangga. Sehingga, kondisi rumah tangga masing-masing dalam mencari harta bersama berbeda.

Forum Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (NU) juga pernah membahas harta gono gini. Secara umum memberi harta gono gini untuk suami atau istri yang bercerai hukumnya boleh. Dalam kitab Syarqawi diterangkan jika suami istri pernah bersama maka jika masing-masing mempunyai harta atau salah satunya tidak mempunyai harta dan keduanya melakukan usaha bersama, maka ada pembagian masing-masing.

Jika bisa dibedakan harta masing-masing, setiap pihak mendapat bagian sesuai besaran yang jelas. Jika tidak bisa dibedakan harta bersamanya, kedua pihak berdamai (bermusyawarah). Bila terjadi penambahan pada harta milik salah satu dari keduanya, masing-masing memperoleh bagian karena adanya persekutuan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement