Jumat 15 Aug 2014 17:06 WIB

PP Aborsi Bisa Ciptakan Kejahatan Baru

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: Julkifli Marbun
Sebuah klinik aborsi disegel polisi (ilustrasi)
Foto: Republika/Edwin
Sebuah klinik aborsi disegel polisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Rusli Muhammad melihat PP Aboris sebagai penyulut adanya kejahatan baru ketika peraturan tersebut ditetapkan.

"Ini faktor kriminogen, peraturan yang dibuat dimaksudkan memang untuk perlindungan, tapi nantinya justru menciptakan kejahatan baru,' kata dia, Jumat (15/8).

Ia melanjutkan, efek yang akan disebabkan oleh peraturan tersebut ialah para wanita justru mencari cara agar diri seakan diperkosa dan melakukan aborsi, padahal kehamilan itu didasarkan kepada hubungan gelap.

Apalagi dengan batas 40 hari yang diperbolehkan melakukan aborsi, dokter yang melakukan tidak akan mungkin memaksa untuk meminta surat keterangan kepolisian terkait korban perkosaan. Karena, biasanya butuh proses yang penjang (lebih dari 40 hari) untuk menetapkan seseorang diperkosa (pemberkasan).

Menurut Rusli, aborsi pada intinya perbuatan yang terlarang. Aborsi masuk ke dalam perbuatan pembunuhan. Tidak alasan untuk membolehkan.

Pemerintah dalam hal ini mungkin melihat dari seseorang yang terpaksa mendapat tindakan perkosaan. Namun, Rusli menilai kehamilan bukan tindakan keterpaksaan.

Dalam hukum, ada hal yang bisa dilihat yaitu, alasan pemaaf dan pembenar. Alasan pemaaf seperti dalam keadaan terpaksa (terkena tindak kejahatan) seseorang bisa membela dirinya dengan cara apapun.

"Tapi kalau aborsi bagamiana kan ga bisa kayak begitu. Makanya, kalau ada peraturan itu, tetap perbuatan yang tidak benar. Sehingga perlu ditinjau ulang. Karena sesuatu yang terlarang tidak boleh dilegalkan," kata Rusli.

Apalagi jika alasannya kekhawatiran akan anjloknya mental sang ibu yang dapat mempengaruhi bayi. "Seorang wanita yang hamil karena perkosaan, tidak ada paksaan untuk gugurkan, itu hanya kekhawatiran saja," ujar Rusli.

Kecuali, jika sang ibu mendapat diagnosa dari dokter bahwa kelahiran akan membawa ibu kepada kematian. Ditambah, bayi tersebut tidak mungkin selamat jika dilahirkan.

"Itulah kalau ada keadaan darurat, tanpa adanya peraturan itu pun bisa dilakukan. Bukan sesuatu yang darurat itu seenaknya bisa dilakukan. Khawatiran bisa dijadikan alasan, meskipun bukan perkosaan bisa memperbanyak aborsi," kata Rusli.

Menurut Rusli, hal utama yang harus dilakukan pemerintah ialah melakukan pencegahan kepada tindak pemerkosaan. Untuk kasus-kasus pemerkosaan, penegak hukum harus bertindak cekatan dan memberikan hukum yang berat.

Hukuman dijadikan acuan nantinya (kontrol), agar calon pelaku pemerkosaan bisa berpikir dua kali untuk melakukan aksinya.

"Jangan melakukan upaya penyelesaian yang bukan sebagai akarnya. Tanya kenapa ada perkosaan, jangan dampaknya yang ditanggulangi dan ibu menjadi objeknya," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement