REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Rozali
Saksi dalam sengketa Pilpres Pasangan Prabowo-Hatta, Novela Nawipa sedang menjadi buah bibir pemberitaan berbagai media massa. Pemberitaan mengenai kesaksiannya dalam kasus pemilihan presiden hingga dugaan ancaman kepada dirinya membuat dirinya menjadi 'mutiara hitam' pemberitaan di Tanah Air.
Terayar adalah dugaan adanya ancaman terhadap dirinya. Ahad (17/8) sore, Novela menyatakan di depan puluhan awak media, bahwa dirinya tidak merasa ditekan. Di kantor Komnas HAM dia menyatakan bahwa dirinya tidak merasa diintimidasi.
Keterangan yang sama juga dilontarkan oleh Komisioner Komnas HAM, Natalis Pigay. Natalius awalnya, bersikukuh kedatangan Novela ke kantornya di Menteng hanya untuk melakukan konsultasi mengenai kesaksiannya di Mahkamah Konstitusi tentang sengketa Pemilihan Presiden 2014.
Keterangan keduanya, baik Novela dan Natalius serentak membantah pernyataan intimidasi yang dilontarkan Djoko Santoso, anggota tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Hatta bebera waktu lalu.
Namun tulisan ini tidak sedang ingin menggaris bawahi pernyataan Djoko beberapa waktu lalu. Sebab penulis melihat ada yang menarik dan tersembunyi dari sikap Novela. Penulis meragukan apa yang dikatakan oleh Novela sendiri dan diperkuat oleh Natalius bahwa Novela tidak sedang terancam.
Pertama, kedatangan Novela ke Komnas HAM menunjukkan bahwa dirinya sedang merasa HAM yang dimilikinya sedang terancam. Secara tidak langsung kehadirannya menunjukkan bahwa dirinya membutuhkan perlindungan dari lembaga tersebut.
Lebih dalam, jika dilihat dari teori motivasi hidup Abraham Maslow, setiap perilaku seseorang memiliki tujuan. Secara sederhana, seseorang tidak akan melakukan apapun tanpa sebuah motivasi, termasuk kedatangan Novela.
Kedua, walau di awal pernyataan, Natalius mengatakan kedatangannya hanya untuk bertemu dirinya yang dituakan, namun pada akhirnya kebanyakan statemen yang dikeluarkan Natalius “melindungi” Novela dari pihak yang mengancam hak asasinya.
Natalius mengimbau agar masyarakat tidak mencibir dan mengkritik Novela. Dia juga mengimbau agar para politisi tidak memanfaatkan kondisi yang sedang dialami Novela sebagai komoditas politik demi kepentingan tertentu.
Kesan ancaman terhadap psikologi Novela tersirat saat Natalius meminta masyarakat Indonesia untuk menghormati novela sebagai manusia biasa dan sebagi mama-mama papua pada umumnya. Natalius juga meminta media untuk tidak mem-blow up pemberitaan tentang Novela besar-besaran.
Sadar atau tidak, sebenarnya dalam pandangan penulis Natalius secara terbuka 'melindungi' Novela. Artinya, 'perlindungan' yang diberikan Natalius pada satu sisi menunjukkan kelemahan Novela. Jika pembaca bersepakat terhadap ide penulis, bukankah hanya mereka yang kuat yang tidak butuh dibela?