REPUBLIKA.CO.ID, MOSCOW - Harga pangan meningkat di beberapa wilayah di Rusia. Para ahli mengatakan hal itu disebabkan embargo pada produk impor makanan negara Barat.
Di St Petersburg, misalnya, harga pangan meningkat 10 persen. Larangan Rusia terhadap impor produk makanan dari Barat adalah balasan atas sanksi tragedi di Ukraina.
Seperti dilansir BBC, Selasa (19/8), Kepala Kebijakan Ekonomi St Petersburg, Anatoly Kotov, mengatakan harga daging ayam meningkat 25,8 persen, sedangkan harga daging babi meningkat 23,5 persen.
Pada Senin (18/8), Perdana Menteri (PM) Rusia, Dmitry Medvedev, mengaku tidak berharap larangan impor makanan menyebabkan kenaikan harga dan kekurangan stok makanan di toko-toko. Namun, dia berharap larangan tersebut tidak akan berlangsung terlalu lama.
Pilihan Terbatas
Seorang Ekonom di kota Leontief Centre, Nina Oding, mengkritik upaya kikuk negara untuk mengatur pembentukan harga. Menurut Nina, upaya itu telah gagal di Uni Soviet dan Rusia pada 1990-an.
"Kita sedang menuju pada pilihan terbatas, kecenderungan lebih monopoli, harga akan naik, dan kita sudah melihat sejak awal proses itu," kata Nina kepada website bisnis Rusia RBK.
Di wilayah Primorye dan pulau Sakhalin di ujung timur Rusia, harga pangan sudah naik sejak 7 Agustus, sebelum kenaikan harga di kota-kota besar di Rusia.
Seorang pejabat pertanian daerah, Nikolai Borisov, mengatakan harga keju naik 10 persen dan harga daging meningkat 15 persen di Sakhalin. Bahkan harga paha ayam naik 60 persen.
Di Primorye, biaya apel dari Cina dilaporkan meningkat sepertiga. Sedangkan harga daging meningkat 26 persen dan harga ikan naik 40 persen.
Larangan Rusia terhadap impor makanan Barat mencakup berbagai makanan. Namun ada pengecualian yakni minuman beralkohol, makanan bayi, makanan hewan, kopi dan minyak zaitun.
Lithuania dan Polandia yang terletak di sebelah barat Rusia, secara khusus terkena larangan impor buah dan sayur segar.