REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangsa Indonesia berduka atas kehilangan salah satu tokoh pejuang Kemerdekan 1945. Raden Soehario Padmodiwirio bin Raden Kusnendar Padmodiwirio atau yang kerap disapa Hario Ketjik menghembuskan nafas terakhirnya pada Selasa (19/08) di Bekasi, Jawa Barat.
Beliau meninggal karena sempat mengalami gejala stroke dan terjatuh di rumahnya, sehingga terdapat beberapa luka lebam di tubuhnya.
Sejarawan Bonie Triana mengatakan, Hario Kecik adalah salah satu tokoh dalam pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
Hario Ketjik lahir di Surabaya pada 12 Mei 1921. Ia lahir dari pasangan R.M Koesnendar Padmodiwirio dan R.A. Siti Hindiah Notoprawiro.
Sebelum pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, Hario menempuh pendidikan di Universitas Fakultas Kedokteran (zaman Belanda dan zaman Jepang), dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkar di Jakarta.
Sejumlah pendidikan militer pernah diikutinya. Ia sempat dikirim ke sekolah militer di Amerika dan menjadi lulusan terbaik sekaligus penembak termahir di Fort Benning, Georgia, AS, pada 1956.
Hario juga menjadi satu-satunya perwira militer dari Indonesia yang memiliki pengalaman pendidikan di College Suvorov, Moskow, pada 1965. Atas prestasi itu, Hario sempat menjadi prajurit kesayangan Presiden Soekarno.
Karir militer Hario pun melesat sampai dia berhasil meraih pangkat mayor jenderal dengan jabatan terakhir Pangdam IX/Mulawarman di Kalimantan pada 1959–1965.
Sejak mahasiswa, Hario telah bergabung sebagai Komandan Resimen Mahasiswa yang bernama Dai Tai Co Gakuto Tai Ika Dai Gaku Jakarta. Bahkan selama Revolusi Surabaya, ia menjadi Wakil Komandan Polisi Tentara Keamanan Rakyat Djawa Timur.
Di Kawi selatan, ia bertugas sebagai Kepala Staf Security Kesatuan Komando dan Kepala Kesehatan daerah Gerilya Gunung Kawi Selatan.
Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai wakil kepala staf V SUAD (Staf Umum Angkatan Darat) Jakarta. Kemudian pernah juga menjadi Ketua Screening Komisi Pendaftaran Veteran Perjuangan Bersenjata untuk membentuk Legiun Veteran Republik Indonesia. Berbagai macam tanda kehormatan militer, seperti bintang jasa dan satya lencana telah ia peroleh di sepanjang karir kemiliterannya.
Selain itu menurut Bonie, Hario juga dikenal sebagai 'jago perang' dan penembak jitu. Sebagai pemuda Surabaya, ia pernah mengikuti Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dan menjadi salah satu pimpinannya.
Namun ia menambahkan, pada masa Orde Baru ia tidak mendapat tempat, karena dituduh Rezim Soeharto terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Hario Ketjik termasuk segelintir pemuda yang cukup terkemuka pada saat perang Surabaya.
Dari kalangan tentara lainnya, menurut Bonie, Hario merupakan tentara profesional dan intelektual. Ia banyak menghasilkan karya-karya tentang kemiliteran, yang menurut Bonie salah satu bukunya dijadikan rujukan di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhamnas).
Setelah masa pensiun dan tidak aktif di militer, ia banyak menghabiskan waktu dengan menulis. Karyanya terdiri dari cerpen, novel, memoar otobiografi, naskah sandiwara, skenario film, artikel, pamflet, dan surat selebaran sejak 1953. Salah satu bukunya yang terkenal adalah 'Memoar Hario Kecik I' hingga IV.
"Salah satu tentara pemikir juga. Jaranglah tentara yang intelek itu," tuturnya kepada Republika, Selasa, (19/8).