REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemimpin kudeta militer Thailand Jenderal Prayuth Chan-ocha (60 tahun) ditunjuk sebagai perdana menteri oleh parlemen yang anggotanya ia tunjuk sendiri, Kamis (21/8). Dia tidak hadir saat penunjukan itu.
Penunjukan tersebut menunjukkan kesan legitimasi terhadap Prayuth. Meski penunjukan Prayuth membuka jalan bagi pembentukan pemerintahan baru dalam beberapa pekan ke depan, kekuasaan akan tetap berada di tangan militer.
Prayuth mengatakan dia berencana terus maju dengan tahun reformasi politik sebelum pemilihan baru yang katanya akan berlangsung pada akhir 2015.
"Hal ini dirancang untuk memberinya kekuatan menjalankan negara sesuai dengan hukum. Posisi utama tersebut akan memberinya kekuatan hukum dalam sistem pemerintahan Thailand," ujar dosen studi HAM di Mahidol University Gothom Arya, Kamis (21/8).
Penunjukan Prayuth itu sebenarnya tidak mengejutkan mengingat Dewan Legislatif Nasional (NLA) yang menunjuk dia tidak lebih hanya sebagai parlemen stempel karet yang bertugas melakukan reformasi di bawah pengawasan militer.
Prayuth akan pensiun sebagai kepala militer pada September. Kendati demikian, dia akan tetap menjadi pemimpin junta yang disebut Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban (NCPO). Pengangkatannya membutuhkan persetujuan dari Raja Thailand.
Prayuth mengatakan dia akan menyerahkan kekuasaan begitu tiga fase rekonsiliasi, pemerintahan sementara dan pemilihan umum selesai.
"Saya tidak tahu diminta untuk bergabung. Pertama-tama, saya ingin negara ini melangkah maju," kata dia kepada wartawan saat sedang memeriksa pasukan di kamp militer di provinsi Chonburi.