REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemendagri menyatakan belum seluruh penduduk di Indonesia memiliki kartu tanda penduduk (KTP) elektronik. Padahal, potensi penduduk yang berusia 17 tahun ke atas mencapai 190 juta jiwa.
"Perekaman sudah 172 juta lebih dari potensi 190 juta penduduk yang 17 tahun ke atas atau yang sudah menikah," kata Dirjen Kependudukan dan Kartu Tanda Penduduk (Dukcapil) M Irman, Senin (25/8).
Data kependudukan melalui KTP elektronik dilakukan dengan merekam data sidik jari, dan iris mata. Setidaknya 95 persen warga Indonesia telah didata kependudukannya.
Data kependudukan merupakan awal bagi pelayanan publik. Data yang akurat akan menciptakan pelayanan yang baik dari institusi publik bagi masyarakat.
Data yang baik harus memiliki dua kriteria. Yaitu semua penduduk tercatat dan tidak ada data ganda.
Selama ini, pemerintah belum dapat menyediakan data yang akurat. KTP elektronik diharapkan dapat memberi kemudahan untuk memperoleh data masyarakat yang lebih baik dan akurat.
Akurasi diperoleh dari rekaman sidik jari dan iris mata. Dua hal ini akan menjadi basis data sehingga meski pun alamat berubah, dengan sidik jari akan segera teridentifikasi.
Penerapan ini belum banyak dilakukan di negara lain. Negara yang sudah melakukan ini antara lain Jerman yang memulai pada 2010.
Kemendagri akan terus melakukan pembaruan data kependudukan. "Setiap hari ada saja yang baru berusia 17 tahun dan menikah," kata Irman. Sehingga, pembaruan harus dilakukan yerus-menerus.
Data kependudukan ini yang dipakai oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai basis data investor. Direktur Utama KSEI Heri Sunaryadi mengatakan, selama ini data investor hanya bergantung pada data dari pemegang rekening efek.
Kerja sama dengan kemendagri diharapkan dapat memperbaiki data nasabah dan tidak ada lagi data ganda. "Data kependudukan menjadi acuan pengadministrasian basis data investor pasar modal yang lebih baik," kata Heri.