Kamis 28 Aug 2014 14:35 WIB

Kelangkaan BBM Bisa Turunkan Kepercayaan ke Pemerintah

Rep: Heri Purwata/ Red: Julkifli Marbun
Antrean BBM di SPBU (ilustrasi)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Antrean BBM di SPBU (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar Ekonomi UII Yogyakarta, Nur Feriyanto menegaskan kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam beberapa waktu terakhir dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Sebab adanya kelangkaan BBM membuat aktivitas masyarakat menjadi terganggu.

“Hal ini akan menimbulkan rasa ketidak kepercayaan masayarakat terhadap pemerintah. Bagaimana mengatur yang lain kalau mengatur BBM saja tidak bisa? Kalau ini terus berlanjut sebenarnya juga akan membutuhkan cost yang cukup mahal,” kata Nur Feriyanto kepada wartawan di Yogyakarta, Kamis (28/8). 

Secara hitungan ekonomis, kata Nur,  kondisi ini lebih baik dibanding dengan kondisi tidak ada barang yang mana cost nya akan lebih tinggi. Selama ini, banyak kebocoran BBM, seperti diperjualkan karena perbedaan harga, dan juga adanya penyelundupan yang sudah menjadi rahasia umum. “Harusnya hal ini dibenahi dulu sehingga masyarakat jangan sampai menanggung cost yang diakibatkan oleh ketidak efisienan yang tidak ditangani dengan baik oleh birokrasi,” tandas Nur Feriyanto yang juga Wakil Rektor II UII Yogyakarta.

Kebocoran BBM, jelas Nur, pada dasarnya merupakan urusan birokrasi tetapi kenapa masyarakat yang harus menanggung. Pemerintah sering mengambil jalan cepat kenaikan BBM.  Tentunya hal ini perlu sebuah solusi di antaranya perlu untuk betul-betul menghitung dampak sosial cost nya dibandingkan penghematan yang diakibatkan oleh kebijakan itu. 

Selama ini yang dihitung satu sisi saja, kata Nur, harga dinaikkan akan menghemat subsidi. Hal ini merupakan cara yang mudah tetapi sosial cost tidak diperhitungkan. Kalau nanti muncul baik itu social cost karena tidak kepercayaan  masyarakat terhadap pimpinan, belum lagi kerugian-kerugian ekonomi diakibatkan kelangkaan BBM. Hal ini ini cukup besar baik secara makro maupun mikro ataupun orang perorang produsen yang tertunda karena tidak bisa bergerak karena keterbatasan BBM. 

Kemudian kalaupun ada alternatif seperti Bahan Bakar Gas (BBG)  hendaknya juga harus dihitung betul jumlahnya. Jangan-jangan nanti harus impor BBG yang ternyata harganya lebih tinggi. Karena sering kali SDA yang dimiliki begitu murahnya dijual keluar tetapi ketika kita membelinya lebih mahal. Inilah hitungan ekonomi yang kadang-kadang satu pihak untuk masayarakat kita  tetapi keluar tidak. Ini yang dirasakan masayarakat, dan perlu diingat bahwa masayarakat saat ini sudah semakin cerdas. 

Permasalahan inilah yang harus ditanggulangi Jokowi-Jusuf Kalla yakni adanya transparansi juga kebijakan yang cepat dan tepat. Persoalan BBM tidak bisa dihitung secara parsial BBM itu saja karena dampaknya juga akan menyebabkan  kenaikan harga Sembako dan juga secara makro akan mempengaruhi inflasi sehingga menurunkan daya beli. 

“Jadi menurut saya sebenarnya yang tidak pernah diperhitungkan adalah bagaimana upaya pemerintah menjamin dan bisa membuat pendapatan masyarakatnya naik. Selama ini yang terjadi adalah pemerintah hanya bisa menjamin pengeluaran masyarakat naik. Sehingga kehidupan masyarakat tidak menjadi semakin sejahtera,” tandas Nur Feriyanto. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement