REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana gugatan UU Nomor 17/2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD (UU MD3), Kamis (28/8). Agendanya, pemeriksaan pendahuluan atas permohonan yang diajukan PDI Perjuangan (PDIP).
PDIP menggugat pasal 84, pasal 97, pasal 104, pasal 109, pasal 115, pasal 121, dan pasal 152.
Sekjen PDIP, Tjahjo Kumolo mengaku optimistis MK akan mengambil keputusan menyangkut UU MD3 secara bijaksana, cerdas serta memahami apa yang menjadi aspirasi masyarakat.
"Saya optimis MK akan ambil keputusan yang paling bijaksana, cerdas, bisa memahami apa yang jadi aspirasi rakyat," ujar Tjahjo di Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan, PDIP mengadu ke MK karena melakukan walk out dalam sidang paripurna untuk memutuskan UU MD3. Ini lantaran, PDIP mempertanyakan UU MD3 baru yang menyangkut pemilihan ketua DPR yang dilaksanakan secara paket (bukan pemenang pemilu).
"Pada 2009, rakyat tentukan Demokrat menang, kami konsisten dukung Demokrat harus jadi ketua DPR. Sekarang PDIP yang menang. Bukan kemauannya PDIP, bukan kemauannya Bu Mega. PDIP menang tapi maunya rakyat Indonesia, kok diingkari,” ungkapnya.
Jika ingin konsisten, kata dia, maka aturannya harus sama seperti lima tahun lalu. "Lima tahun lalu juga harusnya sama, dong. Kok mendadak menjelang pilpres dipaksa dipercepat proses pengambilan putusan UU MD3," katanya.
Menyangkut pemilihan pimpinan DPR, ia ingin adanya etika politik dan norma dalam kehidupan berbangsa serta bernegara. "Saya kira MK menyerap mendengar aspirasi masyarakat. Kenapa toh yang dipilih PDIP untuk menang di pileg kemarin," katanya.
Ia menuturkan, tak akan meminta MK untuk mempercepat sidang gugatan UU MD3. Namun hanya bisa berharap putusan sudah ada sebelum pelantikan. "Kami tidak suka mendesak. Kami ikuti mekanisme saja. Kami berharap sebelum pelantikan," katanya.