REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai media sosial merupakan salah satu cara efektif untuk memerangi radikalisme, prasangka dan menanamkan nilai-nilai toleransi kepada publik luas.
"Banyak teroris direkrut melalui media sosial. Sehingga setidaknya para pendukung dialog antarbudaya dan agama harus memanfaatkan internet secara optimal, khususnya media sosial," kata Presiden Yudhoyono dalam sambutannya saat membuka Pertemuan ke-6 Forum Global Aliansi Peradaban (UNAOC) di Bali, Jumat (29/8).
Menurut Presiden, tanpa disadari media sosial dan internet telah menjadi agen bagi penyebaran prasangka dan advokasi kekerasan. Oleh karena itu, ia menilai, masuk ke dunia media sosial merupakan salah satu cara untuk memerangi itu mengingat daya sebar dan jangkau media sosial sangat luas.
"Tidak ada kata untuk terlambat," katanya seraya mengatakan bahwa ia juga baru mengenal media sosial, khususnya Twitter, di usia 60an tahun.
Namun Presiden Yudhoyono yang saat ini memiliki sekitar 5,3 juta pengikut Twitter merupakan salah satu tokoh yang aktif menggunakan media itu untuk berbagi pandangannya atas beragam isu.
"Saya hampir setiap hari mengunggah tweet yang akan memastikan publik memperoleh informasi yang tepat ...Ini adalah salah satu contoh bagaimana media sosial secara signifikan mengubah politik," katanya.
Sebanyak 106 perwakilan dari negara-negara anggota PBB dan sekitar 1.300 partisipan dari berbagai latar belakang budaya dan agama di dunia menghadiri pertemuan tersebut untuk membahas persatuan dalam keberagaman dan mencegah tindakan ekstrimisme, selain menjembatani jurang antara Islam dan Barat.
Presiden Yudhoyono, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Utusan PBB untuk UNAOC Abdulaziz Al-Nasser, Presiden Sesi ke-68 Sidang Umum PBB John William Ashe, Perdana Menteri Timor-Leste Kay Rala Xanana Gusmao, Menlu Marty Natalegawa, Menlu Spanyol Jose Manuel Garcia-Margallo, dan Deputi Menlu Turki Naci Koru menyampaikan pandangannya dalam pertemuan ke-6 forum global itu.