REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pengadilan di Chalons-en-Champagne, Perancis, menguatkan larangan pada seorang insinyur Muslim untuk mengakses instalasi nuklir. Hal itu terkait hubungannya dengan apa yang disebut sebagai 'jaringan mujahidin'.
Pengacaranya, Sefen Guez Guez, menyebutkan hal itu sebagai kasus Islamofobia. Pengadilan tersebut mengatakan, pihak manajemen harus mencegah orang-orang yang mengalami proses radikalisasi politik dan agama, mengakses situs yang sensitif.
Guez mengatakan kepada kantor berita AFP, Senin (1/9), pihaknya akan mengajukan banding. Ia menyebut larangan itu sebagai pelanggaran, dan berpendapat bahwa kliennya tidak memiliki catatan kepolisian. "Tidak ada bukti yang dianggap berhubungan," tutur Guez, seperti dilansir dari AlJazeera, Selasa (2/9).
Seorang pekerja berusia 29 tahun yang di sub-kontrak oleh perusahaan raksasa energi EDF, telah diberikan akses ke instalasi nuklir sebagai bagian dari pekerjaannya sepanjang 2012 dan 2013. Namun Maret lalu, pria yang tidak disebutkan namanya sesuai hukum Perancis itu, tidak bisa lagi memasuki stasiun tenaga nuklir Nogent-sur-Seine.
Para pejabat setempat mengatakan, ia memiliki hubungan dengan kelompok bersenjata garis keras. Ia juga disebut berhubungan dengan seorang imam, yang terlibat dalam merekrut orang untuk berperang di Irak.
Sebelumnya pada Juni lalu, Guez berhasil mencabut larangan dalam banding di pengadilan. Namun, ketika insinyur tersebut hendak bekerja, perusahaan EDF menolaknya kembali.