REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Puluhan mahasiswa dari gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang menggelar aksi unjuk rasa menolak pelaksanaan pemilihan kepala daerah oleh DPRD karena dinilai tidak sesuai dengan cita-cita reformasi dan demokrasi Pancasila.
Unjuk rasa mahasiswa yang mendapat pengawalan ketat dari kepolisian itu berlangsung di depan pintu gerbang kantor DPRD Jawa Tengah di Jalan Pahlawan Semarang, Selasa.
Koordinator aksi Heri Setiawan mengungkapkan bahwa anggora DPR RI periode 2009-2014 yang masa jabatan akan selesai akhir September 2014 itu terkesan memaksakan kehendak berupa pengesahan Rancangan Undang-Undang Pilkada.
"Pilkada secara langsung oleh rakyat merupakan suatu proses demokrasi yang substansial dengan memberikan rakyat untuk memilih dan menentukan nasibnya," katanya di sela unjuk rasa.
Menurut dia, adanya biaya politik yang mahal, konflik horizontal, dan banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus hukum bukanlah suatu kajian yang kuat serta jelas untuk mengembalikan pilkada lewat DPRD.
"Kami menganggap bahwa pilkada langsung dipilih rakyat merupakan sarana bagi kaderisasi kepemimpinan nasional bagi rakyat Indonesia," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, aliansi BEM Undip Semarang secara tegas menolak RUU Pilkada dan mendukung pilkada yang langsung dipilih oleh rakyat sebagai bentuk kedaulatan yang ada di tangan rakyat.
"Selain itu, kami juga menuntut DPRD Jateng untuk menyerap aspirasi yang kami sampaikan ini dan meneruskannya ke DPR RI," katanya.
Dalam unjuk rasa yang berlangsung kurang dari satu jam itu, para mahasiswa melakukan sejumlah aksi teatrikal sambil membawa keranda dan menabur bunga sebagai simbol matinya demokratisasi di Indonesia.